Translate This Page

Sunday, August 8, 2010

Menggeser Ibukota Ke Daerah Lain

Salah satu berita yang lagi hot, saingan sama Keong Racun (nyengir). Beritanya juga udah muncul di TV dan cukup diperdebatkan sama banyak pihak. Berita yang satu ini juga ternyata menyangkut bagaimana nasib negara kita ke depannya. Jadi bisa dibilang perlu perhatian publik juga sih..

Ibukota Indonesia, Jakarta Dipindahkan Ke Palangkaraya?

Ibukota Indonesia, Jakarta dengan kesibukannya yang super padat..


Rencananya mau dipindahkan ke Palangkaraya di Kalimantan???


Pertanyaan yang jadi judul buat topik yang akan dibicarakan. Pemindahan ibukota udah terjadi si negara-negara lain dan berhasil. Dan memang sih Indonesia dulu sempat memindahkan ibukotanya dari Jakarta ke Yogyakarta. Lantas, kalau sekarang Indonesia melakukan pemindahan ibukota lagi, prospek kedepannya bakalan gimana?
VIVAnews - Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Akbar Tandjung ikut berpendapat soal wacana pemindahan ibukota. Indonesia seharusnya memang meniru Malaysia, yang memindahkan kota pemerintahan dari Kuala Lumpur ke Putrajaya. 
Tapi, menurut Akbar Tandjung, pemindahan ibukota bukan berarti pindah antar pulau, atau keluar dari pulau Jawa. "Saya setuju dipindahkan, tapi tidak perlu jauh-jauh dari Jakarta. Tidak usah keluar pulau luar Jawa," kata Akbar Tandjung ditemui VIVAnews, tadi malam.
Apalagi, kata Akbar, harus dipindahkan jauh-juah ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah, yang membutuhkan jumlah investasi dan biaya besar.

Akbar menyontohkan, untuk membangun kota baru, pastinya akan memerlukan investasi yang sangat besar. Seperti waktu zaman Soeharto yang pernah mewacanakan pemindahan ibukota ke Jonggol, Jawa Barat.

"Saya kira kita bisa memanfaatkan Jonggol untuk ibukota. Di sana saya tahu ada tanah yang luas dan cukup untuk pusat pemerintahan," tutur Ketua Dewan Pertimbangan DPP Partai Golkar.

Selain luas, Jonggol juga dekat dengan Jakarta. Dengan demikian, tidak perlu lagi  membangun sebuah kota baru di luar Jawa, yang tentu memerlukan biaya yang tidak sedikit.

Dikutip dari http://nasional.vivanews.com/news/read/169359-akbar--tepat-bila-ibukota-ri-di-jonggol
Nah, dari kutipan di atas yang menjelaskan bahwa pemindahan ibukota ngga perlu jauh-jauh apalagi sampai pindah pulau. Memang sih, di Pulau Jawa ini masih ada beberapa wilayah yang dari segi luas daerah ataupun infrastruktur dibilang memadai buat jadi ibukota. Tapi kutipan berita dibawah ini juga bisa jadi pro dan kontra mengenai lokasi ibukota yang baru.
6 desember 2009, Kategori : indonesia

SBY tengah memikirkan lokasi baru pusat pemerintahan. Kalau seperti Malaysia itu tanggung dan tidak sepenuh hati. Cuma 40 km. Sehingga sebagian tidak pindah rumah dan akhirnya jadi jauh dan macet.

Harusnya seperti Brazil yang memindahkan ibukotanya begitu jauh dari Rio de Janeiro ke Brasilia, atau Amerika Serikat dari New York ke Washington DC, Jepang dari Kyoto ke Tokyo, Australia dari Sidney ke Canberra, Jerman dari Bonn ke Berlin.

Karena jauh akhirnya pada pindah rumah. Kalau dekat, misalnya di Jonggol atau Sentul, niscaya orang Tangerang, Bogor, Jakarta, Bekasi, Depok tetap tinggal di rumahnya dan berkantor di ibukota baru. Jalan jauh dan kemacetan pun terus berlangsung.

Dikutip dari http://www.infospesial.com/news/indonesia/ibukota-indonesia-dipindah-dari-jakarta-ke-kalimantan.htm
Nah, sementara Pak SBY sendiri merasa bahwa Palangkaraya itu lokasi yang tepat. Kalau dipikir-pikir sih Kazu memang lebih setuju dengan pendapat Pak SBY. Bisa dibayangkan kalau begitu jadinya, tetep aja Jakarta bakalan lebih macet. Malahan justru bikin rugi yang kerja karena jarak jauh dan harus pulang pergi.

Dan sekarang, apa gunanya pemindahan ibukota itu? Sebenernya sih pandangan Kazu secara pribadi melihat masalah utamanya adalah populasi penduduk yang udah ngelonjak drastis. Bisa kita liat padatnya dari panjangnya kemacetan yang ada di Jakarta. Atau yah.. Udah keliatan dengan jelas banyaknya penduduk di Jakarta dengan banyaknya rumah-rumah yang dibangun ngga teratur dan tingkat keinginan yang tinggi terhadap tempat tinggal di Jakarta. Kondisi kota dengan populasi yang supercrowded seperti ini membuat Jakarta kurang kondusif buat dijadikan ibukota lagi. Urbanisasi besar-besaran di Jakarta turut menambah sumpek dan padatnya kota Jakarta. Belum lagi orang-orang tajir di Jakarta yang udah punya mobil satu pengen nambah jadi dua, jadi tiga, sampe di garasinya sendiri aja macet. Jalanan kota Jakarta udah macet dengan banyaknya kendaraan bermotor yang semakin hari jumlahnya semakin bertambah. Transportasi umum seperti Transjakarta atau perencanaan pembangunan monorel kayanya ngga signifikan buat ngelawan kemacetan yang ada di Jakarta. Bahkan dikutip dari MetroTVnews.com, katanya Jakarta bakalan lumpuh total taun 2014! Ckckck, padet banget. Ngga mungkin sebuah ibukota bisa berjalan di daerah yang lumpuh. Dan ngga mungkin juga Presiden harus terus-terusan kejebak macet setiap mau rapat atau mau pergi ke suatu daerah? Dan satu lagi yang perlu diperhatikan, letak Jakarta secara geografis sangat dekat dengan laut. Ini sebenernya bagus dari segi pelayaran atau perdagangan, mengingat jaman dulu itu kota-kota di tepi pantai jadi pusat perdagangan dan Jakarta sudah berhasil membuktikannya di jaman penjajahan dulu.


Bahkan Jakarta sendiri kabarnya sedikit demi sedikit 'tenggelam' dan cerita seperti Belanda bukannya ngga mungkin bakal terjadi. Beberapa lokasi di Jakarta bahkan letaknya lebih rendah dari permukaan laut dan menyebabkan ketika selesai banjir, si air susah buat surut atau kembali ke laut. Banyak banget penyebab banjir di Jakarta. Semisal masalah sampah. Jakarta harus punya tempat buat mendaur ulang sampah-sampah supaya ngga numpuk lagi di sungai-sungai. Bukan ditimbun lagi tapi di daur ulang. Pembakaran sampah kota malahan bikin udara jadi kotor. Sampah yang numpuk di sungai itu malahan bikin mampet saluran air dan akhirnya jadi ngeluap ke permukaan. Masalah lainnya adalah kurangnya area resapan air di Jakarta. Kayanya Jakarta udah bisa disebut 'Asphalt Forest'. Dimana-mana sekarang yang bisa diliat ya aspal. Kalopun ada tanah malahan kurang subur. Tanah yang jadi media resapan air terbaik justru di-block sama aspal, beton, gedung-gedung perkantoran, perumahan, apartmen, dan lain-lain. Memang sih keliatannya bagus, menunjukkan kemajuan kota Jakarta yang Metropolitan itu. Tapi kan efek lainnya bung.. Karena ngga ada media resapan air, akhirnya si air bingung mau lari kemana. Waktu hujan, justru air tambah banyak dan semakin bingung buat lari kemana. Akhirnya molekul-molekul H2O itu pada setuju buat tetep nangkring di atas aspal sampe akhirnya kebawa aliran ke sungai atau ke laut. Dan itulah yang bikin banjir di Jakarta.


Kalo kita liat dari sisi efek ke masyarakatnya sendiri gimana? Di atas tadi kan Kazu sempet memaparkan sedikit dari sisi infrastruktur dan keadaan kota Jakarta itu sendiri. Dan Kazu juga baca dari beberapa referensi. Kazu inget kata guru IPS Kazu bahwa 80% uang yang ada di Indonesia itu mengalir di Jakarta saja. Artinya, sisanya sebanyak 20% dibagi-bagi ke berbagai provinsi di Indonesia. Nggak adil dong kalau negara seluas Indonesia tapi uangnya cuman muter-muter doang di tempat yang sama? Daerah yang lain ngga kebagian dong? Nah, banyaknya uang yang mengalir di Jakarta ini yang bikin orang berbondong-bondong pergi ke Jakarta buat cari uang. Semakin banyaklah penduduk di Jakarta, akhirnya berujung ke masalah kepadatan kota. Kepadatan kota Jakarta mengakibatkan banyak efek samping yang extra menyebalkan dan berbahaya. Misalnya kemacetan di jalan raya. Dari macet itu aja orang bisa jadi stres dan gampang marah-marah. Terus balik lagi ke masalah kemacetan. Karena semakin banyak orang di Jakarta akhirnya tambah banyak lagi kendaraan bermotor pribadi di Jakarta, yang asap knalpotnya berbahaya buat lingkungan sekitarnya. Bahkan katanya Jakarta termasuk salah satu kota dengan tingkat polusi paling menyedihkan di dunia. Kembali lagi ke topik banjir, orang-orang yang tinggal di Jakarta harus siap sama yang namanya banjir. Kalo yang mentalnya ngga siap sih siap-siap aja mudik ke kampungnya lagi. Ya sekuat-kuatnya orang yang udah biasa ngehadepin banjir kan tetep aja kalo dateng banjirnya malahan repot dan ujungnya stres jadi marah-marah. Dan lagi dengan banyaknya penduduk di Jakarta berarti persaingannya semakin ketat. Yang gagal bersaing bisa aja balik lagi ke daerah asalnya, atau malahan ngegelandang dan jadi pelaku kriminal. Ini dia yang bahaya. Kasian kan kalo ada turis-turis yang datang ke ibukota cuman buat jadi korban kejahatan. Bisa-bisa image ibukota jadi jelek di mata mereka.

Banyak lagi faktor-faktor lain yang secara 'terpaksa' meminta ibukota Indonesia buat dipindahin. Lagipula kan Jakarta udah maju, tinggal gantian memajukan daerah-daerah lain. Yang sudah maju biar tetep berkembang. Yang belum maju baru dimajukan. Kalo perlu, daerah-daerah itu harus saling bantu membantu (semisal dari Jakarta ngebantu pengadaan infrastruktur di daerah yang infrastrukturnya jelek), jadilah simbiosis mutualisme :D

Tapi kenapa harus Palangkaraya? Awalnya Kazu sempet ngebayangin kalo Bandung jadi ibukota Indonesia. Tapi tidaaaaakk!! Setelah membayangkan hasil akhirnya (ditambah dengan faktanya bahwa Bandung sering macet tiap weekend karena orang Jakarta yang hijrah kemudian jihad di factory outlet yang ada di Bandung), Kazu rasa Bandung jangan jadi ibukota Indonesia. Udah cukup macet. Kazu ngga mau jembatan Pasopati tambah macet >.<


Sudah cukup merasakan hebohnya macet di Jalan Sukajadi, Pasteur, jadi ngga mau lagi ditambah-tambah risih.

Palangkaraya dinilai tepat dari segi letak geografis, karena pulau Kalimantan jarang banget terdengar kena gempa (malahan ngga). Dari segi luas wilayah juga Pulau Kalimantan tuh luas banget. Dibandingin sama Pulau Jawa sih ngga ada apa-apanya. Penduduk di Kalimantan juga masih sedikit. Di Kalimantan juga luas hutannya masih lebih luas dibandingkan di pulau Jawa. Mungkin faktor-faktor inilah yang membuat Palangkaraya jadi lokasi paling bagus buat ibukota Jakarta yang baru (atau mungkin masih banyak faktor lainnya lagi).

Atau menurut kalian, lokasi yang lainnya dimana lagi?

Editing on Photoscape : Overexposed Photo

Editing foto itu selain lewat Adobe Photoshop atau Corel PHOTO-PAINT, ternyata lebih mudah lewat Photoscape (walaupun lewat Adobe atau Corel bisa bikin hasil yang lebih 'wah'). Tapi di kasus ini, Kazu mau jelasin tentang editing foto yang overexposed lewat Photoscape.

Photoscape ini aplikasi buat editing foto atau file gambar (tapi lebih tepatnya foto). Aplikasi ini bisa secara gratis di download di http://www.photoscape.org/.  Dari segi size, aplikasi ini ngga nyabet memori sebanyak Corel atau Adobe Photoshop. Tapi dari segi fasilitas, yeah.. beberapa fitur dasar bisa kita dapetin disini. Kalo dibandingin, Photoscape ini bisa Kazu bilang setara sama situs editing online Picnik.


Foto di atas jelas banget keliatan overexposurenya, dengan brightness dari objek yang terlihat sangat tinggi dibanding backgroundnya. Buat nyiasatin background yang terlalu gelap dan objek yang terlalu cerah, bisa pake menu 'Backlight'. Disini, Kazu pake setting Backlight > (+/-) 100% buat nyiasatin objek yang terlalu cerah.


Nah, keliatan kan sekarang backgroundnya lebih cerah (dilihat dari warna-warna terang atap-atap bangunan). Tapi, tetep si objek terlihat paling cerah. Maka Kazu pilih opsi Bright, Color> Darken > Low (Gray Tone)


Masih belum memberikan hasil yang maksimal, Kazu pake lagi opsi Deepen yang ada di menu 'Bright, Color'. Kazu pilih preset Middle dengan menyertakan Gray Tone.


Setelah selesai dengan opsi Deepen, sekarang Kazu mau pindah ke opsi Colorize yang bisa dicapai melalui menu Bright, Color > Colorize. Disini, Kazu set secara manual si foto ini mau punya color tone dengan warna apa. Kazu suka sekali warna biru jadi Kazu pilih warna biru. Jangan lupa set nilai saturation sama levelnya. Previewnya keliatan di belakang.
Selanjutnya, kalau masih belum puas dengan hasil fotonya bisa diset lagi dengan langsung klik menu Bright, Color. Kemudian box seperti diatas akan muncul. Set ulang lagi nilai kedalaman warna, kecerahan, dan kontrasnya. Terus cek ulang nilai exposure (kalau fotonya overexposure lebih baik nilainya jangan lebih dari 1 supaya si objek bisa keliatan, tapi jangan juga berlebihan nanti fotonya kelihatan ngga kontras). Slider 'Gamma Bright' akan lebih berpengaruh buat menentukan nilai kontras dan kecerahannya. Dan seperti biasa di bagian paling bawah ada slider saturation. Previewnya langsung di belakang. Setelah selesai tinggal klik oke.


Sebenernya fotonya udah jadi. Tapi berhubung pengen sedikit beda, Kazu mau coba nge-swivel fotonya. Setelah mengubah sudutnya, akhirnya fotonya jadi deh..


Jadi deh :P lain kali fotonya pas lagi ngga hujan..