Translate This Page

Saturday, September 25, 2010

Sense of Responsibility

That's a major problem that sometimes you have to learn about. Once you accept a task that you have to finish that, then you have to finish that. But you just waste your time, instead of finishing the tasks. Over there, people are waiting for the answers and the results and neither making it fast nor making it better you're wasting their time waiting for your shit. 

So where have you put your brain?

You didn't even make any dots on the worksheet..

I Bet It'd Not Happen!

When you say something like "Avadakedavra" to someone you love in order to kill him or her, I don't know whether it would work or not. Sometimes it would just kill yourself, instead of killing the person you love.

Friday, September 24, 2010

New Blog Color

I made it white and had my own barcode on the header.







A simply nice one :)

Sunday, September 19, 2010

Miserable Sunday

Hari Minggu, yap hari ini hari dimana saya membuat postingan ini! Melihat kalender dan kemudian memutuskan untuk membakar kalender itu karena sebuah mark di tanggal 20 September: Masuk sekolah setelah libur! Sayangnya kalender itu gak bisa dibakar karena kalendernya ada di komputer :'(

Malem ini saya ngerasa beda sendiri, dimana kakak-kakak, sepupu-sepupu sama keluarga yang lain lagi pada di ruang keluarga sambil nonton MotoGP yang ditembakkin dari projector ke dinding rumah (bioskop wanna be). Sementara saya disini nih sebelah piano lagi nangkring bersama Tablet PC kesayangan sambil curhat tentang kesedihan menjelang hari pertama sekolah lagi setelah liburan.

Sial, saya bener-bener blank sama tugas sekolah ataupun yang sejenisnya! idfc lah biarin deh nilai jeblok soalnya saya bener-bener ngeblank so what's on my mind? Ya, saya tau yang di benak saya! Liburan!! --"

Pulang main sore ini, saya langsung tepar di ruang keluarga. Mana si mama dan papa lagi gak bersahabat dalam urusan makan di luar. Mereka malahan pergi, dan saya jadi sendirian di rumah (wtf) tapi gak berlangsung lama karena jam 6, sodara-sodara dan kakak saya pada pulang (akhirnya). Tapi kesedihan belum selese. Saya mendadak sakit, kayaknya demam ato apalah sejenisnya, dan bukan disebabkan karena besok demam. Curiga kebanyakan makan es krim di wedding party Mrs.Wulan, soalnya enak sih! Setelah demam, ditambah lagi ternyata sariawan yang letaknya di dinding rahang bagian bawah, tepatnya di depan gigi geraham. Perihnya gak nahan kalo kena air atau makanan hiks hiks..

Dan besok sekolah! Ya Tuhan..

Thursday, September 16, 2010

Square to Hexagon to Shapeless

Here goes the story..

It was a square, built by four of us. The square consisted of 4 dots, representing each of us. We built the square together as the base of the building we would live within for years and the building would be remembered as our memory. We had the days building it from the square base to the skyscraper, passed good times and bad times. Each of us helped each other, holding hands when someone was about to fall. But everything changed when soon there came '2 dots' in our building base.

Two dots changed the shape. Our building would be built on the hexagon base, which meant that the building would be hexagonal-shaped, too. Two dots filled our days, and several happiness came to us. Personally, I had thought that two dots would strengthen the structure and make the building higher and better. Then I realized that slowly those two dots were just about to demolish the building we (four of us) had built for a long time.

One dot, slowly changed the structure, followed by another dot. Those two dots changed the structure that the building couldn't resist the weight of the building itself. Those two dots also made walls that contradicted the proper structure. Slowly but steadily, the building leaned to a side. And as the climax, some parts of the building were broken down and crashed.

So what happens then?
The structure base is still hexagonal-shaped. But the building itself isn't hexagonal-shaped anymore. Every dots makes different shape and structure. It shouldn't be a building anymore, I think. It's hard for each dots to rebuild the building. Every dots wants to be something they want. No more linked-structure for this building. The construction is delayed.

For the four dots, have you ever thought about this one? Or you've been so blind and heartless that I'm the only one who thinks and feels about this?

And for the two dots, do you think it's funny? Ruining one's building and then running away?

Wednesday, September 15, 2010

Xiao Yi Says:

"Seperti halnya Chopin yang hanya punya waktu 10 tahun bersama orang yang ia sayangi. Tapi kalau 10 tahun itu dimanfaatkan dengan baik, kurasa tak apa. Waktu yang singkat jika dipergunakan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya juga bisa membuat sebuah kenangan atau hasil yang indah. Maka jika waktu yang ada untukku dan untukmu hanya setahun, pergunakan dan manfaatkanlah dengan baik.."
Lu Xiao Yi

Until The Last Blood-Drop

Tuesday, September 14, 2010

I Hate When People Start To Be Racist

Kemaren ini gue mampir sejenak ke downtown Kuningan. Commercial area-nya commonly terdiri dari ruko-ruko yang dari dulu banget emang udah ditata serapi itu, cuman ya pedagang-pedagang kaki limanya aja yang malahan ngotorin daerah itu. And guess what, rute jalan commercial areanya itu berbentuk I! Gimana nggak, mulai dari pertigaan jalan Aruji Kartawinata (Jakarta) sampe ke alun-alun rutenya berbentuk huruf I. Lha wong sampe di ujung alun-alun langsung jalur balik lagi ke start awal (puter balik). Nah, di salah satu ruko-ruko itu, gue mampir sebentar ke sebuah toko.

Di toko itu, mama ngobrol sama yang punya toko (dan kemungkinan masih ada sodara walopun jauh). Yang jaganya kebetulan istrinya soalnya sang mpunya, opa Xu Chen has passed away (may God bless you, sir). Kata mama, dulu opa Xu Chen itu sinshe langganan kakek gue. Kalo sakit, biasanya kakek beli obat-obat racikan Cina dan opa Xu Chen itulah yang ngeraciknya. Sekarang opa udah meninggal jadi toko di-handle sama istrinya. Mama sama oma Xu Chen ngobrol cukup lama. Kebetulan si mama juga beli sendal jepit (oh gee) dan waktu transaksi gue yang bilang thanks pake bahasa Cina.

Gak disangka, si oma justru seneng waktu tau gue (ceritanya) bisa bahasa Cina. Dan dari situlah dimulai obrolan panjang yang berakhir dengan Wali Songo (loh?).

"Oma.."
"Apa?"
"Xie xie zai jian!"
"Oh, iya iya. Bagus ya ini bisa bahasa Cina juga ternyata",
kata si oma sambil ngacak-ngacak rambut gue. Oh my new hairdo!
"Iya. Ini juga katanya pengen les lagi bahasa Cina", si mama nambahin (padahal mama yang pelit buat urusan gue les bahasa).
"Bagus itu. Anak muda jaman sekarang tuh harus banyak belajar. Kalau belajar bahasa jangan cuman satu aja, tapi harus banyak."
"Iya. Biar bisa bersaing. Lagian aku juga pengen banget belajar lagi bahasa Cina supaya kalo kerja gampang."
"Ya. Bagus itu. Sekarang ini kan persaingan udah ketat sekali. Orang kalau cuma mendalami satu bidang aja nggak bagus sebenernya. Kalau orang bisa mendalami lebih dari satu bahasa, kalo saya sih yakin orang itu bisa sukses. Apalagi kan bahasa Cina itu yang pakai banyak sekali ya milyaran. Cina itu kan nanti mau jadi bahasa Internasional jadi kalo udah bisa menguasai bahasa Cina ya saya yakin kamu tuh bisa sukses. Apalagi kamu ini masa depannya kan masih bagus, jadi harus terus banyak belajar."
"Iya nih, dari dulu emang pengen banget belajar.."
"Bagus itu. Harus mau belajar. Kan sebenernya orang-orang Tiongkok itu ke Indonesia bukan untuk menjajah, nggak kaya Belanda atau Inggris. Orang Cina itu ke Indonesia untuk berbagi ilmu dan pengembangan pertanian sebenarnya. Makanya kan kita sekarang kenal ada yang namanya tauge, tahu, bihun, itu kan sebenarnya istilah Hokkien. Makanya saya dulu nyesel waktu jaman orde baru itu kan, kenapa sampai Indonesia itu anti sama Chinese ya? Padahal kalau mau terbuka kan kita bisa lebih banyak berbagi ilmu kan? Malahan justru kita itu dianggap jelek. Waktu itu saya ngomong bahasa Cina justru diliatin dan dicibir orang. Saya pikir kenapa harus malu? Makanya saya tetep bicara bahasa Cina. Jadi kenapa harus tertutup? Malahan menurut saya justru ikuti yang bagus-bagusnya. Misalnya waktu itu orang Cina bagus di bidang ekonominya, ikuti padahal semisal cara-cara atau tipsnya. Ya, yang jelek-jeleknya jangan diikuti."
"Oh.. Iya iya."
"Dan Islam juga masuk Indonesia, tau tidak salah satunya karena siapa?"
"Hmm.. Cheng Ho ya?"
"Ya. Haji Cheng Ho itu datang ke Indonesia bukan untuk menjajah. Justru malahan menyebarkan agama Islam. Makanya kan di Wali Songo itu ada 9 orang, 7 orangnya itu berketurunan Cina."
"Wah?",
jujur gue baru tau kenyataan itu. 7 orangnya berketurunan Cina?
"Iya. 7 orangnya itu berketurunan Cina. Cheng Ho sendiri kan Islam. Belum tau ya?"
"Tau sih..",
gue pernah liat liputannya di TV waktu itu tentang Cheng Ho.
"Jadi orang Cina ke Indonesia itu bukan untuk menjajah. Makanya kenapa waktu itu harus menutup diri? Jadi sekarang anak-anak harus banyak belajar dan jangan menutup diri. Kalau seperti dulu menutup diri menurut saya justru jadi terbelakang. Kalau sekarang nggak menutup diri, kedepannya saya yakin ini anak pasti sukses."
"Iya. Makasih oma",
kata gue sambil senyum-senyum kecil.

Gue jadi kepikiran terus omongan oma Xu Chen tadi. Iya ya, kalo aja waktu jaman Soeharto orang-orang pada nggak anti Cina. Emang sih, ambil sisi positifnya aja, jangan negatifnya. Gue sih nyadar diri dan ngerasain emang ada beberapa pandangan yang beda ke beberapa kerabat gue yang Chinese, bahkan ke gue sendiri. Gue inget waktu dulu, gue biasa maen sama cici gue. Gue kelas 1 SMP dan dia kelas 3 SMP. Kalo di jalan gue ketemu sama temen gue, biasa gue sama mereka say hi. Tapi kalo pas gue lagi bareng cici gue, kenapa pandangan mereka jadi berbeda? Gue tau beda pandangannya dan itu yang bikin gue ngerasa nggak nyaman.

Gue juga sempet makan siang di restoran sama Ko Izi dan seorang temen (nama disamarkan). Di pojokan restoran, ada sekelompok orang, Chinese yang udah ngebook meja-meja buat mereka. Sambil ngobrol, mereka secara nggak langsung ngeramein restoran. Temen gue itu nyeletuk,

"Aing geuleuh da ka barudak Cina kitu.."

Gue ngerti karena memang keberadaan mereka sedikit 'mendominasi', tapi nggak usah segitunya. Gak liat apa di depannya ada 'orang Cina juga?! Berarti selama makan tadi gue dianggep sama kaya ayam yang dia makan dong :'(

Gue juga inget waktu gue SMP kelas dua kalo gak salah. Salah seorang guru gue Mr.blablabla ngobrol sama gue tentang rumah gue. Guru gue terus jadi ngomongin Setra Duta gitu. What's wrong with my residence?

"Itu ya komplek Setra Duta. Dulu mah gak seluas itu, sekarang udah luas banget."
"Kan ekspansi pak.."
"Tapi sampe ngegusur rumah-rumah warga sekitarnya."
"Padahal mah ya pak kalo mau mah warganya jangan mau terima. Jadi pas minta dibeli tanahnya tuh harusnya mah nolak. Da hari gini cari tanah buat bikin rumah teh susah, sekalinya dapet eh mahal",
komentar gue. Emang sih ekspansinya cukup menyeramkan, dimana komplek gede itu perlahan-lahan bisa ngegusur perumahan warga asli. Gue jadi sedih juga merhatiinnya.
"Iya. Tapi da mau gimana lagi kayanya mah dipaksa terus. Bener-bener nya Cina teh jahat."

What?! What did he say?
Cina jahat? Do you mean, we are cruel, don't ya? Maksudnya anak kecil gak berdosa dan tak bersalah berwajah baby (sooner 'y' diganti pake 'i') face ini dibilang jahat? #liatliatcermin #ngurutdada Teganya... :'(

Emang sih ekspansi semagic alaihim itu emang terbilang 'jahat', tapi kan nggak usah senancep itu ngomongnya. Gue tau terkadang beberapa dari kita emang ada lah yang begitu (katakanlah rese, rehe, ato belagu), but not at all! Cici gue bukan orang jahat, oma Xu Chen juga baik, om Sionghin juga ramah ke tetangga-tetangga yang laen, Ko Osi walopun udah kuliah tapi gak malu maen sama bocah kayak gue, dan gue juga gak jahat (boong), terus kenapa kita dicap kaya gitu? Kalo kita dibilang jahat karena satu ato dua hal, terus apa bedanya dengan kita yang sempet dibikin gusar di kerusuhan pas jaman Soeharto dulu? Mungkin beberapa dari kita (ingat, beberapa) terkadang act exaggeratedly, katakanlah rese pelit belagu. Beberapa dari kita juga terlalu mendominasi di satu atau beberapa hal. Itu negatifnya, tapi kan nggak bisa kita selalu pegang teguh hal-hal negatifnya. Coba flashback ke kerusuhan di jaman Soeharto dulu. Waktu toko-toko orang Cina pada dibakar, terus perempuan-perempuan pada disekap, diperkosa terus dibakar di sebuah gedung perbelanjaan sama orang-orang yang jahat, sekarang mana yang lebih jahat?

Terkadang orang ngeliat dari satu sisinya doang, dan sisi itulah yang ngedominasi prasangka mereka. Gue berada di tengah-tengah karena dua darah yang mengalir di diri gue dan gue bisa ngerti perasaan mereka. Gue ngerti kenapa mereka begitu menutup diri dari Cina ato sentimen dan gue ngerti kenapa Cina terkadang juga sentimen sama mereka. Tapi, bukankah lebih baik kalo dua-duanya justru bisa hidup saling berdampingan?

Gue pikir gue juga gak harus menutup diri ato malu buat mengakui kalo gue ada darah Cina, dan kalo mereka bilang "Lo bukan Cina!", so what?

Ckckckck Aji.. Aji..

Sepupu gue, Agnessa Aji Wijaya. Let's call him Aji. Temen berantem, berenang, ngobrol sampe ngebolang gue dari SD. Awalnya jaman gue TK, gue sama dia rajin banget berantem. Mulai dari ngeributin makanan sampe cuman kesenggol dikit doang (how sensitive we were!). Setelah gue masuk SD, terus dia sama keluarganya pindah ke Kalimantan. Waktu itu gue berfikir bahwa hidup gue akan tentram dan nyaman setelah kepergiaannya (sementara), tapi ternyata dia balik lagi dengan wajah barunya pas gue kelas 3 SD. Dan yang lebih monstrous: dia punya adek!

Adeknya lebih gila daripada si Aji ini. Dulu itu gue paling pusing tapi juga ketawa-ketawa ngeliatin adeknya yang superactive ini. Kalo dia udah gede, kayaknya cocok jadi superdad yang kerjanya geser-geserin mesin maenan di Game Master. Nah waktu itu si Aji ini cenderung sepihak banget sama adeknya. Jadi kalo si Aji says A, adeknya bakalan says yang gak jauh dari A. Entah itu A+, A-, or just A. Kalo udah debat, gue kayanya kalah. Satu lawan dua, keroyokan sih. Dan yang sempet bikin gue kesel waktu gue mau balik dan adeknya ini kalo ngeliat mobil selalu pengen naek mobil, mobil siapapun itu. Pas gue mau balik otomatis si adeknya ini gak bisa gue bawa kan? Si Aji ini malahan manas-manasin adeknya supaya masuk ke mobil and it meant that I couldn't go home until he would get outta the car! Rese!

Terus, terus, dan terus akhirnya gue udah gede dan di usia yang udah bukan anak-anak lagi akhirnya waktu dan event juga yang mempertemukan gue sama Agnessa Aji Wijaya ini. Dulu dia yang kecil item sama bandel ternyata udah berubah jadi anak yang lebih pendiem, dari segi wajah gak banyak berubah kecuali auranya lebih keliatan (maksudnya), pake kacamata terus, tinggi tapi gak atletis dan yang lebih magic lagi, religious! Gee, bisa dipastiin kalo lagi ngumpul di rumah nenek, sekitar jam 7 malem dia udah gak ada di rumah sama babehnya. Kemana lagi kalo bukan ke masjid? Dan yang lebih religious lagi, dalam sehari dia bisa berkali-kali ke masjid. Minimal 2 kali lah. Subuh-subuh sama malem hari itu jam 7. Lebih pendiem karena tiap kita papasan, kita cuman ngomong sesuatu yang penting doang semisal "Permisi" ato "Geser dikit" ato "Aduh". Gak banget kan?! Secara dulu kita deket, lha wong ngebolang bareng-bareng, berenang di kolam ikan bareng. Kolam ikan beneran loh dan di tengah hutan! Believe it or not, kakek dari papa tuh punya satu dua ato lima kolam ikan di hutan ato kebon bambu di daerah belakang rumahnya. Kebonnya itu luas banget, stretches from western town main junction sampe bagian utara blok rumah kakek gue. Bisa dipastikan, lima kolam kakek gue bersanding dengan belasan kolam-kolam milik tetangga-tetangga dia yang laen. Nah, di salah satu kolam kakek gue yang letaknya bener-bener deket sama tangga utama dari kebon ke jalan di atasnya, ada sebuah kolam kecil yang bersebelahan sama kolam ikannya. Kolam kecil ini isinya air jernih. Kalo dibandingin sama air kolam ikannya yang udah nyampur sama tanah, lumpur, sampe boker orang di kobong sudut kolam *yucks* pokonya perbandingannya tuh aqua sama susu kental manis coklat cap enak. Beda kan dari kejernihannya aja? Di samping kolam kecil itu juga ada tempat buat mandi ato cuci baju. Jadi kolam kecil itu bisa dikatakan sebagai sumber air bersih juga. Tapi (gobloknya) waktu kecil, gue sama Aji justru langsung nyebur berenang di kolam kecil itu. Kolamnya berdasar batu-batu, makanya gak ada lumpurnya. Ada beberapa ikannya dan ikannya pada ngeri kalo gue pikir-pikir. Pinggir kolam udah ditembok, tapi tetep nempel beberapa relief bebatuan sama lumut-lumut. Jadi kalo kaki kita nginjek temboknya, justru kepeleset sama lumutnya. Dan kedalaman kolam itu pada saat itu dalem banget. Kita cuman bisa maen di pinggirnya doang, kalo mau nekat ke tengah ya mesti nyelem. Dulu kita gak berani nyampe ke tengah banget. Kalo kita nyelem ke dalem air, bakalan ngeliat pemandangan yang menurut gue sekarang ngeri. Kegelapan bawah air, mata-mata ikan, bayangan pohon-pohon di dasar kolam, batu-batu gelap, ngeri lah dan gak gue banget. Si Aji itu yang paling nekat. Pokonya kalo udah maen ke hutan, dia selalu aja ada ulahnya yang aneh-aneh.

Ohya balik lagi ke jaman dewasa. Sekarang ini kita udah nggak maen di kolam lagi, tapi maenin HP (gak penting juga sih). Gue lebih sering bergaul sama HP, Twitter, dan dunianya. Sementara si Aji malahan maen sama anak-anak kecil yang aneh, berisik, rese dan sejenisnya. Menurut gue sih kayak gak ada orang laen aja yang bisa diajak ngobrol selaen anak-anak kecil monstrous itu. Tapi justru gara-gara itu, social value dia di mata anak-anak meningkat. Gak kaya gue yang dianggep jutek sama anak-anak kecil gara-gara sering gue pelototin kalo udah mulai rehe (hahahaha *evil laughs*). Baru kemaren-kemaren ini aja, kedeketan gue sama si Aji meningkat. Dari yang awalnya cuman say "permisi" ato "geser dikit", sekarang udah mulai ngomongin satu topik walopun cuman obrolan 16 kalimat dialog doang.

Satu hal yang sampe sekarang belum ilang dari diri dia. Gokil! Gue secara nggak sadar hidup dengan kegokilan dia dari kecil. Pas SD, dia tuh orang pertama yang gue saksikan live, bukan lewat TV ato film, dan orang termuda yang gue liat nelen minyak tanah terus disemburin ke api di obor. Dia juga orang pertama yang nekat ngikutin kegilaan gue di rumah: naekin guling dan act like bus driver! Si Aji ini juga yang dulu paling sering lakukan tindakan nekat, kayak ngejelajahin hutan terus balik-balik bikin orang rumah geger. Banyak lagi dah. Anaknya juga sensitif. Tapi agak kikuk kalo udah ngomongin cewe. Gue inget pas SD dia sempet katanya sih suka sama cewe namanya Poppy. Dia malahan ngeles sambil bilang, "Apa itu adek aku!". Tapi entahlah kalo sekarang dia dengan cewenya gimana. Kemaren ini dia sempet nunjukkin satu sulap di depan sepupu-sepupu yang masih pada kecil. Dan kerennya, sulapnya itu gagal! Tiga buah sulapnya semuanya berhasil dengan Wanda Adinda Bernica sebagai korbannya! Sulap borgol yang dia lakukan malahan bikin si Wanda panik ngelepasin borgol dari tali rapia itu pake gunting. Kocak.. (tapi terakhir gue liat sulap borgolnya berhasil).

Banyak banget kenangan dari yang rame sampe menyebalkan sama tuh anak. Gue sih berharap kedepannya dia ada temen ngobrol kalo selama ini cuman ngeladenin ato ngajak ngobrol adeknya yang umurnya beda jauh sama dia, sekitar 4 ato 5 taunan bedanya. Ato mungkin tiga taun? Karena selama kumpul di rumah nenek, dia keliatannya sibuk sendiri sama kegiatannya semisal diem di kamar ato ngeliatin HP doang, minimal ikut sibuk sama anak-anak kecil itu. Padahal gue tau kalo gue sama dia yang udah kepisah gak ketemu bertaun-taun ternyata punya beberapa kesamaan! Dari mulai sama-sama pengen kuliah di bidang bahasa (berhubung keinginan gue banyak), ngomongin anime, cara menghadapi beberapa sepupu 'spesial', sampe kesukaan dia sama bahasa Jepang! Dia sebenernya (dan gue juga) pengen ngobrol bareng ato sekedar sharing-sharing apalah. Lebih dari itu, dia mungkin seneng kalo gue ajak ke Bandung dan browsing anything yang dia suka sampe duit dia abis (tentunya gue kebagian duitnya) dan gue juga kayaknya gakan nolak kalo dia ngajak gue masuk-masuk ke hutan asal gak ketemu uler aja titik! Seandainya dia bisa lebih berani dan gue gak terlalu menutup diri, kayaknya obrolan tuh bakalan banyak banget. Sampe sekarang gue bahkan nggak tau FBnya dia apa.

Yah, mungkin bakalan rame kalo ntar kamu yang ngunjungin gue ke rumah, Ji. Berhubung gue introvert jadi ya sori aja kalo selama ini kita diem-dieman ato cuman bisa tatap-tatapan mesra aja *yucks!*. Padahal gue tau, liburan taun kemaren pas gue bawa biola dan maen biola di kamar, lo sempet muji dan gue denger itu tapi gak gue gubris. I'm so sorry for that, bro. Sumpahnya sori banget. Next holiday kalo kita ketemu, gue bakalan coba ngobrol sama lo. Semoga perbedaan tinggi badan, berat badan dan bahasa gak jadi penghalang ya..

Aduh Roy, Maapin Koko Ya..

Berenang di kolam renang hotel memang bukan hal yang begitu spesial, kecuali kalo kolam renangnya bentuknya vertikal, dimana tinggi sama dengan panjang kolam renang dan panjang dalam garis lurus tanah sama dengan kedalaman. Ada gak tuh kolam renang kaya gitu (yang ada aernya tumpah semua). Udah ah ngaco, let's go back to the story. Sore itu mendung dan gue nekat pengen berenang. Berdasarkan paksaan dalam diri supaya lebih gemukan dan lebih berotot, maaf maksudnya lebih berisi, akhirnya gue pun nyebur ke kolam renang yang ternyata it was only me, 2 little girls and a boy! Buset, gue jadi paling dewasa disono karena sisanya 12 and down, hiks hiks :'(

Kolam renang segede itu jadi serasa punya gue (yiha!) dan gue pun bisa bolak balik renang gaya bebas tanpa hambatan. Tapi dari jauh gue liat anak kecil cowo itu maen sendirian. Awalnya gak gue gubris soalnya gue pikir he had his own world that he could play something within. Tapi keadaan berubah setelah gue nanya (ke diri gue sendiri tepatnya).

"Airnya dingin ya?", kata gue sambil ngerasa-rasain aer (lebih tepatnya dijilat).
"Nggak kok..", kata tuh bocah.

Wow. Pertanyaan gue ditanya sama anak itu. Great job, nak. Namamu siapa? Sekolah dimana? Lagi mudik ato cuman liburan aja? Gak sama cicinya? Umurnya berapa? Kelas berapa? Hobinya apa? Film favoritnya apa? Suka maen Pump it Up gak? Dukung Putri Ayu apa Hudson? Kamu gay, lesbi, ato normal? Semua pertanyaan-pertanyaan dari yang normal sampe yang abnormal gak sempet gue tanyakan karena gue introvert :'( hiks hiks *rada gak nyambung*

Yap, gue cenderung pendiem buat nanya hal-hal kaya gitu sama orang yang belum gue kenal. Dan justru anak itu yang pengen kenalan sama gue. Tapi berhubung dia di kolam cetek dan gue di kolam yang dalem, jadi dunia kita terpisah kedalaman. Gak ada pager ato tembok pembatas kedalaman, cuman lantai yang miring yang tambah lama tambah menuju kedalaman 160 meteran. Batas yang sangat transparan sodara-sodara. Gue sama dia cuman liat-liatan ala maho *amit-amit!* maksudnya berbicara lewat hati ke hati. Telepati dia jalan dan seolah berkata "Koko, temenin aku disini aku gak ada temen nih" tapi mesin telepati gue lagi mati dan malahan yang jawab tuh mesin penjawab otomatis: "Yang dihubungi lagi belajar gaya batu, mohon hubungi lewat toa". Otomatis, gue sibuk berenang tuh anak juga ikut-ikutan 'berenang' sambil ngeliatin gue berenang. Gue tau dia ngeliatin gue terus tapi gue sadar, dia ngeliatin gue berenang. Oh, anak itu ngikutin gue berenang. Secara gak langsung gue nyontohin gaya berenang sama dia. Senangnya akhirnya gue bisa jadi contoh yang baik. Tapi lama kelamaan tuh anak jadi caper. Mulai dari mengeluarkan suara-suara aneh sampe ngikutin yang gue lakuin. Gue bersin, dia ikutan bersin. Okelah kalo begitu. Tuh anak minta ditemenin. Akhirnya gue samperin dia di kolam cetek dengan alih-alih 'cape berenang'.

"Sendiri aja dek?"
"Iya."
"Nggak sama kakaknya?"
"Nggak. Tadi gaya kodok ya ko?"
"Hhe iya sih tapi gak lancar. Kamu belajar renang juga?"
"Iya. Kalo koko?"
"Belajar sendiri. Kamu les?"
"Nggak. Sendiri."
"Oh.."


Udah aja gue ngobrol sampe sono doang, setelah itu gue ngacir lagi ke kedalaman hati eh kolam renang. Pas gue muncul di permukaan, kedengeran babehnya manggil tuh anak.

"Roy! Cepetan naek, udah berenangnya!"
"Sebentar paah!"

Oh, nama anak itu Roy? Gue liat babehnya. Ih, keliatannya galak. Padahal cicinya cantik (oh gee). Kalo dipikir-pikir, anak itu tuh gimana ya? Pokonya physically he's Randy Samuel alike (tau Randy kan? artis cilik yang ada di iklan kayuputih itu loh? *masa sih harus gue sebut brandnya?). Tapi sayangnya dalam bodi agak gemuk. Katakanlah he's a bit buntet. Chinese, kaya gue. Makanya tuh anak waktu melototin gue berenang malahan keliatan kayak burung hantu petet. Ngadem di kolam renang dalam balutan celana pendek dan telanjang dada, dengan postur sixpack karena gemuknnya itu loh (idaman cewe-cewe kalo udah gedenya). Pokonya kayak gitu lah anaknya, gak bisa gue jelasin lebih jauh lagi. Gue balik ke kamar hotel dan cuman berenang selama, mungkin 20 menitan. Gue sempet ngeliat si Roy dan senyum farewell. Gue liat dari matanya kayak sedih, mungkin gak ada temen berenang lagi.

"Koko jahat ah. Masa aku ditinggalin sendirian di kolam renang? Mana cuman cewe doang, dan aku cowo sendirian. Mendingan koko berenang lagi aja ato ajarin aku renang, kan lebih asik kayak gitu.. Ato mau sekalian beliin kentang goreng sama katsu, sama saladnya kalo bisa. Laper nih ko.."

Mungkin itu yang ada di benak si Roy saat itu, sementara gue lagi jalan ke kamar hotel sambil megangin HP yang mulai basah kena aer dari tangan gue.

Aduh Roy, maapin koko.. Gue udah kedinginan soalnya.. Brrrrr...!!

Monday, September 6, 2010

Black and White Keys from The Colonial Era

Indonesia was colonized by Dutch for 300 years and they left some old buildings. The classic Dutch style is one of my favorite architectural designs. Colonial-style houses usually has high double-door and wide equal leg arch windows. It also has two galleries, in the front of the house and the backside. The patio, where usually the owner had tea-time while enjoying the afternoon sky. Depending to the height of the door and window, the walls are also usually designed to be much higher.

I remember my visit to Linggarjati Agreement museum in Linggarjati village, near Kuningan. I found a piano in the living room which was used for the agreement discussion. It simply reminds me to colonial-style houses which own piano within.

*All pictures credit to Collectie Tropenmuseum and Wikimedia

Sunday, September 5, 2010

情人的眼泪

為 什 麼 要 對 你 掉 眼 淚
你 難 道 不 明 白 為 了 愛
只 有 那 有 情 人 眼 淚 最 珍 貴
一 顆 顆 眼 淚 都 是 愛 都 是 愛


為 什 麼 要 對 你 掉 眼 淚
你 難 道 不 明 白 為 了 愛
要 不 是 有 情 郎 跟 我 要 分 開
我 眼 淚 不 會 掉 下 來 掉 下 來


好 春 才 來 春 花 正 開
你 怎 捨 得 說 再 會
我 在 * 深 閨 * ** 望 穿 秋 水 **
你 不 要 忘 了 我 情 深 深 如 海


為 什 麼 要 對 你 掉 眼 淚
你 難 道 不 明 白 為 了 愛
要 不 是 有 情 郎 跟 我 要 分 開
我 眼 淚 不 會 掉 下 來 掉 下 來

Saturday, September 4, 2010

My Facebook-ing Habits

I do know several ethics that I have to apply them into my life.  One of them is social networking habit. I have my own habits in Facebook-ing and I try to not disobey the rules. Being nice and polite may be a good idea if you don't want to be banned. So I think I'll list my habits when Facebook-ing and I hope you can take some positive ideas from my habits (don't take the negative ones):
  • You must have learned that using polite and proper words is important. So I keep trying to use good words unless I'm mad at someone. I barely tag someone when I'm mad at him or her. Tagging someone whom you're mad at will just make everything worse so I try to not tag someone when I'm mad.
  • I get a lot of notifications so I right-click the notification icon and open it in a new tab. Clicking the notification icon will expand the notifications that you may feel dizzy or confused. Better open the notifications in a new tab and you'll get a list of notifications.
  • Chatting on Facebook isn't something I really like. I barely turn the chat on or literally I hate to turn it on unless there's something crucial I have to talk with someone. I've had something stupid, annoying and awkward related to the chat. I don't want it happen anymore (or at least stop bothering me with those strange words with stupid letters *yucks!*). I turn it off and for those who want to talk with me, catch me on instant messenger!
  • Putting your address completely isn't a good idea for me. Someone may want to do something bad to me or you may have read or heard issues about children trafficking. So I just put the street where I live, the city and zip postal code.
  • Phone number almost becomes the most important thing for me! I don't really like giving my phone number to strangers so I make it invisible.
  • I used to speak in both English and Indonesian. So be prepared if once I suddenly speak English then speak Indonesian. I'm such a weirdoo.
  • I don't really like tagging photos but I like to be tagged XD
  • I don't play a lot of games on Facebook. But if you want to meet me, find me on Social City, City of Wonder, Farmville, Social Interview, Rock Legend, Market Street, Happy Island, and Hotel City.
  • I go crazy when single notification keeps coming simultaneously *gyaa!*
  • I used to block and remove someone I don't wish to contact me (such strangers or other suspicious persons and people who grow hatreds and gores). Don't be surprised if you cannot see my profile, even though you have typed my name exactly. You may have been blocked by me.
  • I've connected my Facebook with my blog and Tumblr so once I post something to my blog, it will be also posted to Tumblr as feed and posted also to Facebook as note :D
  • I ignore several wall posts from several persons or people I don't know.
  • I sometimes ask myself: "Why do some people think that I'm a foreigner?"
  • I post my piano videos on Facebook. You may watch it :P
At last, I pay no attention to those who doesn't respect others.

Thursday, September 2, 2010

Poker Face, Drama Queen, And Other Shitty Gears

It's kinda shit finding shitty things from dumpy persons on my Facebook homepage. Soon I realize that I have to hide those feeds from my homepage. Great, looking those same scumbags oh I wish I can grab any paper bag to throw up!

I'd better turn it off..