Translate This Page

Saturday, December 31, 2011

DJMAX Technika 2: Favorite Music-Arrangement Selection

Buat para pemain DJMAX Technika 2 sepertinya sudah pada hapal dengan lagu-lagu yang ada di game tersebut. Beberapa lagu yang ada di DJMAX Technika 2 mengedepankan beberapa instrumen alat musik sebagai lead instrument-nya. Kebetulan saya seneng dengerin lagu-lagu dengan instrumen musik klasik sebagai lead-instrument-nya, dan di DJMAX Technika 2 saya nemuin beberapa lagu yang saya pilih sebagai Favorite Music-Arrangement Selection. Lagu-lagu ini juga lumayan banyak dicari music sheet-nya, biasanya untuk part violin atau piano. Sayangnya susah banget cari music sheet untuk lagu-lagu ini. Kalaupun ada biasanya langka. Saya sekarang tinggal nunggu seseorang yang akan baik hati nge-fetch nada-nadanya dan nge-post music sheet-nya. Dan dibawah ini saya kasih beberapa lagu-lagu yang saya pilih sebagai Favorite Music-Arrangement Selection:

Colours of Sorrow


Tsukasa mengemas warna-warna kesedihan dalam aransemen yang unik dan mengagumkan. Perpaduan antara orkestra simfoni dan sentuhan dramatic techno membuat atmosfer baru dalam pengekspresiannya.

Sebenarnya ada tiga versi lagu ini, yang pertama versi asli seperti yang ada di game, yang kedua adalah extended version dari lagu ini dengan perubahan nada dasar, dan versi ketiga adalah extended version dalam bahasa Jepang. Di versi game-nya, lagu ini diawali sama synth-lead (semacam sawtooth lead) dan mulai diikuti sama aransemen electronica. Di bagian verse awal, part piano cukup mendominasi walaupun sepintas hanya bersifat alegori aja. Tapi improvisasinya cukup bagus. Sementara di extended version-nya, lagu ini diawali dengan intro oleh piano dan string section. Di extended version, kita bisa lebih ngerasain suasana symphonic-electro daripada game version-nya. Buat saya, lagu ini semacam symphonic-pop yang dipadu sama nuansa electronica. Asik buat didengerin dan loops-nya bikin lagu ini addicted buat didengerin, hehehe :P

Oblivion


Lagu ini sepertinya cukup diincar para musisi alat musik gesek, terutama viola walaupun pakai violin juga bisa sebenernya. Di lagu ini melodi viola mendominasi bagian intro dan chorus. Mengusung genre dramatic trance, lagu ini menggambarkan sebuah pelupaan yang dikemas dengan aransemen trance bertempo sedang. Melodi viola mendramatisasi pelupaan yang kemungkinan berakhir dengan kesedihan, yang mungkin dimaksudkan oleh lagu ini. Pada bagian verse-nya, synth-lead berperan jadi melodi lagu ini. Mungkin denger lagu ini bisa mengingatkan kita sama anime-anime semacam Sailor Moon atau Wedding Peach.

PDM


Sampe sekarang saya masih nggak tau apa arti PDM yang jadi titel lagu ini. Trish mengemas ulang lagu ini dengan aransemen acid jazz, dengan loops dan multipad yang ngasih sentuhan R&B. Bermain dengan tempo allegro (sekitar 120), karakter vokal si vokalis cewe yang manis dan diseling dengan rap part ngingetin saya sama lagu-lagunya Jay-Z atau R&B kayak Beyonce. Setelah chorus, ada beberapa bar yang diisi dengan melodi overdriven guitar dan selanjutnya diisi sama improvisasi piano di oktaf antara 5 sampai 6. Bentuk chord lagu ini mirip sama lagunya 3rd Coast, "Astral Plane". Di bagian chorus, ada multipad yang jadi notasi yang cukup rame di game Technika pada level 5 (normal) dan 6 (hard).

Heart of Witch


Lagu yang sarat dengan orkestrasi sforzando dan iringan piano bertempo cukup cepat (mungkin temponya Vivace) ini dipadukan dengan aransemen trance yang membuat nuansa dramatis. Notasi piano dan violin yang dibentuk dari not-not 1/16 banyak muncul di lagu ini. Pokonya buat yang mau coba nge-fetch nada-nadanya kayaknya agak kesusahan soalnya cukup banyak variasi yang berbeda-beda baik untuk part piano maupun part violin.

Piano Concerto No.1


Ada juga classical remix di Technika yang aransemennya lumayan asik buat ajep-ajep. Walaupun aransemennya bersifat remix, tapi tetep nggak menghilangkan classical taste dari lagu ini. Part pianonya dibuat sedikit berbeda walaupun nggak mengubah keseluruhan notasi pianonya. Sayangnya, lagu yang digubah oleh Pyotr Ilych Tchaikovsky ini gak tersedia dalam extended version. Salah satu aransemen perbandingannya adalah versinya Maksim Mrvica, dengan judul lagu yang sama.

La Campanella: Nu Rave


La Campanella: Nu Rave adalah salah satu classical remix lain di game Technika. Dengan genre rave, karya klasik La Campanella diubah jadi aransemen trance dengan irama yang cukup menggebu. La Campanella menyuguhkan permainan piano dimana pada partitur aslinya, tangan kanan diminta untuk loncat-loncat oktaf dengan interval 1 sampai 2 oktaf, yang kalau dihitung perpindahannya maksimal bisa sampai 30an sentimeter. Di tengah-tengah lagu ada bagian yang diisi dengan choir dan string section. Synth-lead juga ikut mengisi beberapa bagian di lagu ini sebagai pengiring melodi utamanya. Dan bagian akhir lagu ini ditutup dengan permainan piano yang bikin saya inget sama konser-konser klasik.

Proposed, Flower, Wolf (Part 2)



Lagu yang satu ini bikin saya inget sama soundtrack game semacam Stronghold Crushader, atau lagu-lagu dari game online kayak Rising Force dan game semacamnya. Mengusung genre violin trance, lagu ini mengedepankan melodi-melodi violin yang dominan pada intro lagu. Aransemen trance yang dipadu dengan orkestrasi membuat kesan epic di lagu ini, semacam lagu-lagu perjuangan game-game perang atau anime-anime dengan pertarungan kayak InuYasha dengan Seshomaru, misalnya. Lagu ini juga punya progress yang menarik, dimana awal lagu disuguhkan aransemen yang tajam dengan tempo yang agak cepat. Setelah itu ada arpeggio dari harpa yang menjembatani aransemen lagu yang lebih lambat dan lebih simfonik. Setelah itu, barulah masuk ke klimaks lagu yang diakhiri dengan dentingan piano yang simpel namun terkesan agak 'gantung'. Overall, lagu ini bagus buat ngisi soundtrack film-film atau game-game berbau perang.

Voyage


Voyage adalah lagu dengan aransemen broken beat, yang mana iringan perkusi (drum) sebagai pemberi beat terdengar uneven dan seolah kepotong-potong beat-nya. Karakter vokal si cewe yang sebenernya udah nggak asing kita denger (mirip karakter-karakter vokal penyanyi lagu-lagu soundtrack anime), dikasih latar belakang musik dengan melodi flute pada bagian bridge menuju chorus akhir, ditambah iringan electronic piano dan gitar bikin lagu ini catchy. Saya seneng dengan part flute-nya karena melodi flute yang cepat dan lincah, diiringi sama broken beat justru jatohnya malah agak nge-jazz. 

Sin


Ini salah satu lagu yang melodinya cukup bikin keblinger di game Technika, terutama buat yang baru atau belum pernah maenin lagu ini sebelumnya. Main di tempo cepat (presto), lagu ini menawarkan melodi piano sederhana yang dibalut dalam aransemen khas drum 'n bass. Sejujurnya lagu ini riweuh sendiri dengan aransemen perkusi dan basnya itu, kalau dibandingkan dengan pengiring melodis kayak synth-pad, synth-loop, strings section, dan piano sebagai melodinya. Di awal lagu, kita bisa dengerin bentuk melodi ketukan 1/8 dari pipe organ. Melodi pipe organ itu mirip dengan melodinya "Toccata and Fugue" karya Johann Sebastian Bach. 

Sweet Shining Shooting Star


Mengusung judul yang chic, lagu ini cukup menarik perhatian saya karena 'genjrengan' clean guitar-nya yang walopun samar-samar terdengar tapi ngasih suasana disko jadul taun 80an. Dengan genre acid house, lagu ini menyuguhkan lirik tentang perasaan suka terhadap seseorang tapi si cewe itu malu mengungkapkannya. Liriknya juga mencantumkan istilah-istilah sains kayak solar dan vision yang menggambarkan kesan cosmic love. Disko sederhana ini dikemas dalam tempo yang cukup cepat, tapi tetep bisa bikin sensasi ajep-ajep disko jadul selama 1 menit 35 detik.


Itu tadi adalah beberapa lagu pilihan saya yang dipilih karena aransemennya yang unik, serta dominasi instrumen yang menarik. Beberapa lagu sedang saya coba aransemen sendiri dengan piano. Mungkin kedepannya saya mau coba nge-fetch nada-nadanya dan dibikin music sheet-nya buat di-share ke temen-temen semua. I think they're worth to listen to :]

Friday, December 16, 2011

Tukang Cap Yang Nge-'Cap'

PS: Saya nggak masalah untuk menceritakan kasus ini di ruang publik kayak blog dan Facebook. Saya nggak akan malu kalau disorot dan dilihat sebagai korban di kasus ini, karena harapan saya orang yang bersangkutan bisa merubah sikapnya jadi lebih baik kedepannya. Itung-itung bahan introspeksi.

Kasus ini bikin saya bener-bener murka terhadap petugas cap program tutorial yang diadakan mingguan di kampus saya. Mungkin kalo sikap petugasnya nggak kayak 'gitu' sih saya bakal lebih enjoy dengan program tersebut walopun sedih karena weekend saya kesita terus *hiks, nangis*. Kasus ini terjadi beberapa hari yang lalu.

Siang itu, saya dapet kabar kalo akan ada program tutorial tambahan buat nutupin kekosongan absensi tutorial. Yap, tutorial *katanya* jadi salah satu persyaratan untuk kelulusan sebuah mata kuliah umum (walopun saya masih nggak ngerti pengaruhnya di sebelah mana, atau mungkin di sebelah sana? *nunjuk Squidward*). Walhasil, mau nggak mau saya harus memenuhi persyaratan itu walopun disinyalir persyaratannya masih ada yang kurang sedikit lagi untuk mencapai kelulusan itu. Nah, karena saya kebetulan dapet make-up class (kelas pergantian, bukan kelas belajar makeup wajah ya), maka saya telat dateng ke program tutorial tersebut. Tapi yang namanya usaha ya, kenapa nggak sih? Seusai make-up class tersebut saya langsung buru-buru dateng ke program tutorial tersebut.

Sampe di depan pintu utama aula, saya harus berhadapan dulu dengan petugas cap. Yap, cap yang bakalan kita dapet sebagai tanda presensi di setiap program tutorial. Disana saya diinterogasi dan ditanya-tanya sedetil mungkin kayak ukiran Jepara. Akhirnya, setelah dapat ijin masuk, saya minta cap. Tapi si petugas (yang selanjutnya kita sebut bapak X yang sebenarnya mahasiswa, hanya saja wajahnya keliatan tua jadi kayak om-om, eh, bapak-bapak) itu cuman nyuruh saya taruh kartu presensi saya di atas meja tempat biasa petugas ngecap kartu presensi.

"Taro aja kartunya di atas meja."

Baiklah kalau begitu. Saya taruh kartu saya di atas meja dan mengikuti sisa program yang masih berlanjut selama 30 menit. Setengah jam yang terasa lama karena saya datangnya telat, jadi nggak ngerti topik yang dibicarakannya apa. Dan akhirnya setelah acara selesai, saya balik lagi ke meja pengecapan, and to my surprise, saya belum dapet cap presensi! Saya yang kaget dan merasa tertipu karena rupanya si bapak X petugas cap itu menghilang dari peredaran! Akhirnya saya catch seorang panitia tutorial. Kali ini, keliatan bahwa panitia ini masih mahasiswa, alias tidak muka tua. Saya protes sama kakak tersebut sedetil-detilnya.

"Kak, saya mau minta cap. Tadi saya udah dateng kesini tapi nggak dapet cap. Kata petugas cap yang tadi jaga, saya disuruh taro kartu saya di atas meja. Sekarang pas mau pulang saya cek ternyata belum dapet." protes saya.
"Ah, masa nggak dapet? Tadi dateng jam berapa?" tanya si panitia tersebut nggak percaya.
"Jam 5. Saya kan datengnya telat, tadi ada make-up class dulu soalnya. Terus kata petugasnya saya boleh masuk. Pas saya mau minta cap, katanya kartunya ditaro aja di atas meja. Sekarang udah selesai acaranya, saya nggak dapet cap malahan." jelas saya.
"Tapi kan saya sepanjang tutorial tadi nggak disini (di area meja pengecapan), jadi saya nggak punya bukti" kata si panitia tersebut bersikeras dengan ekspresi wajah minta dicambuk.
"Nggak bisa gitu juga tapi, kak! Saya udah cape-cape bela-belain dateng pulang kuliah kesini, dan ternyata masih bisa ikutan program tutorial. Eh, tapi waktu mau minta cap malah ga dapet!" tegas saya.

Nggak lama, dateng seseorang yang juga minta cap. Kasus dia sama rupanya kayak saya, hanya saja waktu dia dateng, bapak X itu nggak ada. Jadi si pintu aula kosong dan dia langsung masuk. Ya intinya, saya sama dia sama-sama belum dapet cap.

"Maaf, tapi kan kamu waktu dateng nggak ada petugasnya, jadi kamu nggak punya bukti." kata si panitia itu ke anak tersebut.

Saya dan anak tersebut terus ngasih penjelasan sejelas-jelasnya dan melawan argumen si panitia tutorial tersebut yang *menurut saya dan anak tersebut* kebanyakan bacot. Rupanya si anak tersebut udah mulai emosi. Karena ngeliat saya juga mukanya udah bete dan kesal, si anak tersebut akhirnya memberanikan diri ngelawan.

"Gini ya mas, bukannya maksud apa-apa, tapi mas ini mau ulur-ulur waktu atau apa? Mas nggak percaya sama kita? Kita udah beneran dateng kesini, dan nggak bohong! Kita ini nunggu kepastian kapan mas mau kasih cap buat kita!" bentak anak tersebut.
"Sama saya juga! Kapan saya dapet capnya? Saya mau balik!" bentak saya nggak kalah galak.

Si panitia tersebut mulai kebingungan. Akhirnya dia minta ijin buat ngomong ke para petinggi program tutorial. Sekembalinya, saya kira dia udah bisa ngasih cap, dan ternyata..

"Kalian harus ketemu sama petugasnya. Coba yang mana petugasnya?" tanyanya.

Saus tar-tar! Lobster! Tiram! Saya udah kehabisan kata-kata buat ngelawannya. Akhirnya karena emang saya yang sempat ngomong sama petugas capnya, saya beranikan diri bertaruh sama panitia tersebut.

"Pokonya orangnya pake jaket item! Saya nggak kenal itu siapa tapi bapak-bapak itu pokonya pake jaket item dan brewokan." jelas saya.

Si panitia kayaknya sudah terpojokkan dan udah nggak bisa gimana-gimana lagi. Akhirnya dia minta saya dan seseorang yang sama-sama memperjuangkan haknya itu buat ketemu sama petugas cap, si bapak X. Kami berhasil ketemu si bapak X itu dan si panitia songong itu ngejelasin maksud kami ketemu dia. Bukannya dapet pembelaan atau penyelesaian masalah, justru si bapak X itu bikin tangan saya gatel pengen tonjok mukanya yang minta dibunuh itu.

"Apaan sih kalian ini?! Masa belum dapet cap?! Kalian itu jangan suka main-main coba?!!" bentaknya.

Iblis! Saya dibentak orang itu padahal awalnya niat saya (dan anak yang belum dapet cap itu) baik, mau menjelaskan dengan kepala dingin permasalahan cap ini. Mungkin dia ngerasa kalo dia bisa bentak saya dan anak tersebut, dan ngata-ngatain kita main-main dan nggak becus. Tapi bukan Klaus namanya kalau nggak ngebentak balik. Saya yang akhirnya kalap akhirnya bentak balik dia.

"Saya nggak main-main!! Anda yang bilang barusan sama saya waktu saya mau minta cap! Anda yang bilang kartu saya suruh taro di atas meja! Sekarang acaranya udah selesai tapi saya belum dapet capnya! Mana capnya?! Mana?! Anda yang tadi ngomong sendiri sama saya! Saya, yang tadi datengnya telat dan anda yang kasih ijin masuk ke aula! Sekarang saya minta capnya! Saya mau pulang!!"

Si bapak X itu keliatannya kaget karena saya bentak balik. Berasa ngeliat ubur-ubur raksasa. Akhirnya si bapak itu bilang sesuatu sama petugas panitia yang songong.

"Ya udah, kasih capnya ke satu orang ini!"

Hahaha, belum tau dia berhadapan sama siapa..

Singkat cerita, saya dapet capnya walaupun si panitia songong itu sambil ngomel-ngomel. Omelan dia terus saya bales dan saya ladenin karena saya nggak mau kalah. Saya seneng bikin kedua orang itu, bapak X dan panitia songong itu terpojokkan. Mereka pantes diperlakukan seperti itu setelah seenaknya nuduh saya bohong, bahkan sampe dikata-katain main-main. Emangnya mereka punya hak apa men-judge saya seperti itu? Ketika si panitia tutorial itu bilang bahwa saya nggak punya bukti bahwa saya dateng ke tutorial, dia juga nggak punya bukti kalau saya ngebohong atau main-main. Dan setelah denger cerita dari temen-temen saya, ternyata memang beberapa panitianya harus agak 'dikasarin'. Memang nggak boleh sih sebenernya, dengan alasan etika. Tapi saya rasa, ketika kita bersikap kasar karena diperlakukan tidak adil, saya rasa itu sebuah pengecualian. Saya sampai cerita sama mentor saya tentang hal ini, dan syukurlah mentor saya kasih respon positif dan kasih saya semangat buat ikhlas (mentorku heroku! Kang Sandi, you're hero!).

Kepada petugas cap, dan juga panitia tutorial, saya minta tolong sikapnya diubah. Jangan seenaknya nuduh orang bohong, apalagi sampai ngata-ngatain main-main. Kalau tutorial ini dimaksudkan untuk memperbaiki diri dan menjadi media pengembangan diri, dari panitianya sendiri tolong ubah dulu sikapnya. Saya sampe sekarang masih sakit hati dengan perlakuan seperti itu, dan saya harap kejadian kayak itu nggak akan terjadi lagi. Kasian adik tingkat saya nanti kalau ngalamin hal yang sama kayak yang saya alami.

Tuesday, December 13, 2011

Scrabble, Oh Scrabble...

Having a small break-time before facing the last session of scrabble match last Friday, I arranged this one. The names mentioned are mine (Klaus), Amel, and Naura. Both Amel and Naura are my friends. How I love the way the words arranged!


*picture edited with Photoscape*

Talking about the match, it's kind of reminiscent of a great tragedy on the first week of December. I was defeated very tragically by my senior. He must have been a pro that he played obviously well. As the result, I didn't make good words (with good points), just short words with quite small points. I wondered how did he easily put a bingo at the (almost) end of the game. The game ended unsuccessfully. I left out my time so he obviously won the game. Okay, thanks-sorry-bye! *going to toilet*

Now I'm thinking how scrabble-addicts can play so smoothly so extremely 'lethally'. Lethal, yes, lethal! Every movements is deadly. I've played once with a friend and I didn't think before that a very simple, short word can earn very big points, as well as bingo! And the same thing happened when I watched a friend was playing scrabble with his senior. This very simple, short, zombie-sounded word "Zonk" earned 66 points for him! Certainly, the special tiles helped gaining the points. And I wonder if I can learn the tricks of scrabble. Those experts must have learnt the tricks that they can play very well. A witness told me that in a round of scrabble match, the experts can stay at the center tiles while (still) gaining points. We often make 'chances' by putting our words on empty tiles. It actually gives the opponent chances to make words, with either big points or small points. But yeah actually, I cannot really play on the center tiles. My heart spiritedly wants to explore any other empty spaces on the board and occupies the special tiles! Well, I rarely make bingos. So sad I have to say that making bingo is a miracle for me :(

So the conclusion is, I lost the game from my senior, with a total margin of 70 points. It made me surprised and very tired, and sooner after I finished the game, I felt so fed up with scrabble. Uh..

Monday, December 12, 2011

Marah Yang Beretika

Di suatu Minggu, saya pergi ke sebuah mal di Bandung sama temen saya, Sasha. Kebetulan waktu itu dia rencana mau beli baju buat natal dan harus withdraw sejumlah uang dari rekeningnya. Akhirnya saya temenin dia ke ATM buat withdraw karena kebetulan saya juga mau gak mau harus withdraw untuk sebuah alasan kemiskinan (hiks). ATM centernya ada di lantai dasar, dekat atrium jadi saya dan Sasha pergi ke lantai dasar. Di dekat atrium, saya dan Sasha menyaksikan keributan antara dua orang wanita usia paruh baya yang entah meributkan apa, tapi pertengkarannya disebabkan sepertinya karena hal yang agak ringan. Waktu saya dan Sasha melewati dua wanita yang masih berseteru itu, seorang wanita bersikeras bilang, "Dia yang ngeliatin gue terus!". Saya duga ini masalah sepele, sebatas masalah delik mendelik. Dan saya, serta Sasha dan juga pengunjung mal lainnya nggak perlu satu menit untuk mendengar teriakkan dan jeritan amukan kedua wanita tadi karena dalam hitungan detik aja atrium mal sudah penuh sama pengunjung-pengunjung lain yang nonton pertengkaran kedua wanita itu yang semakin hebat. Sialnya, keributan kedua wanita itu terjadi di sebuah tennant. Saya bisa pastikan si penjaga tennant mau nggak mau kehilangan penunjungnya dan malu sekali.

Di depan ATM center, saya bilang sama Sasha, "Malu-maluin banget mereka. Kampungan, nggak punya adat berantem kayak gitu di mal. Diliatin banyak orang pula". Dan waktu saya dan Sasha sedang ngambil uang pun, jeritan amukan kedua wanita itu masih kedengeran keras. Saya bisa liat dari kaca ATM center banyak orang yang mendekat ke tempat kejadian perkara untuk liat langsung pertarungan dua wanita yang mempertaruhkan gengsinya masing-masing, walaupun tentunya image mereka udah pasti jatuh di depan pengunjung satu mal. Waktu saya dan Sasha naik eskalator yang kebetulan sangat dekat dengan TKP, saya bisa liat seorang wanita yang ikut pertarungan itu ngegendong seorang balita yang keliatannya nangis. Dan ketika Sasha udah kembali berbelanja, dia bilang sama saya, "Kalo orang yang berantem itu orang yang aku kenal, pasti udah aku tampar orangnya".

Yap, saya setuju dengan pernyataan Sasha itu. Entah siapa yang memulai dan siapa yang salah, tapi tindakan kedua wanita itu bener-bener memalukan. Kampungan. Saya bahkan berani bilang keduanya murahan. Saking asiknya berseteru sampai teriak-teriak, mereka lupa kalau semakin sengit mereka berteriak, semakin rendah harga diri mereka dihadapan pengunjung-pengunjung mal lainnya. Bayangkan, pengunjung mal di malam hari Minggu itu banyak dan mereka justru menjadi pusat perhatian pengunjung untuk sebuah hal yang sangat-sangat hina, bahkan pengunjung di lantai dua dan tiga pun ikut menonton kejadian itu. Mereka itu wanita, dan mereka bersikap lebih liar daripada singa sekalipun. Parahnya lagi karena seorang diantara mereka sedang menggendong seorang balita. Alangkah nggak pantasnya mereka, yang disebut sebagai orang dewasa, berlaku lebih menyebalkan dan memalukan daripada seorang anak TK di depan balita yang mau nggak mau melihat apa yang orang dewasa lakukan. Mereka dzalim, karena merusak pikiran si balita tersebut. Apa yang dipikirkan si balita itu ngeliat orangtuanya justru bersikap kasar? Apa orangtuanya nggak punya otak? Gimana nanti ketika si balita itu dewasa?

Seorang teman pernah bilang sama saya, "Aku punya hak buat pergi tanpa pake baju kemanapun, tapi orang lain juga punya hak buat nggak ngeliat kita telanjang ketika kita pergi". Kasus ini pun sama. Mereka punya hak untuk mengekspresikan emosi dan kekesalan mereka, mau sampe jenggut-jenggutan rambut, adu scream sampe tampar-tamparan. Tapi karena berada di tempat umum, orang lain juga punya hak untuk bisa menikmati tempat umum itu dengan tenang, tanpa ada keributan apalagi yang disebabkan karena dua wanita yang berseteru dengan gengsinya masing-masing. Marah merupakan sebuah hak, tapi hak selalu punya batasan, yaitu hak yang lain. Karena kita hidup bermasyarakat, ada hukum gak tertulis yang menjelaskan mengenai etika dan adat istiadat. Mengekspresikan emosi bukan sebuah kesalahan, tapi alangkah baiknya kalau ekspresinya didukung dengan etika yang baik. Orang lain akan berfikir lebih baik untuk menyelesaikan sebuah perseteruan tanpa didasari emosi sementaranya ketika kita berpegang pada etika. Marah juga harus didasari sama etika. Ketika marah nggak didasari sama etika, maka iblis sudah berhasil menguasai jiwa. Dan kalau sudah begitu, bukan nggak mungkin sesuatu yang lebih buruk akan terjadi. Saya saat itu ikut kesal. Kesal karena ketidaksopanan mereka marah-marah di depan umum. Kalau Sasha yang ada disana pengen nampar kedua perempuan itu karena kelakuannya, justru saya ingin getok kepala mereka pakai gantungan baju supaya mereka sadar diri dengan kelakuan mereka. Dan saya kembali berfikir, jadi inikah yang disebut dengan kelakuan manusia di era informatika?

Ya Tuhan..

Tuesday, December 6, 2011

When Public Restroom Comes To Necessity...

Public restroom is one of vital facilities that must be built in public buildings, such as office tower, shopping mall, restaurant, game arcade, and else. Why public restroom is a must? Have you ever imagined when there's not any public restroom in your city mall? Or when people don't find toilets in your school. They will take longer time to home, just for peeing. Or at least, the disgusting one is peeing at the fountain of your city mall *yucks!*

But public restroom should have several requirements that provide proper quality. I've had some experiences about public restroom, the good ones and the terrific ones! Why do I mention it terrific? Because sometimes, public restroom is even worse than your house's storage! But actually, I'm not about to talk about the public restroom itself. I'm going to tell you about my experience in using public restroom service. These points are what comes into my mind:
  • The sanitary of public restroom now comes to necessity. However, people will not use the public toilet when the toilet overflows. Or at least, the last user doesn't flush it. That's very disgusting. Some people pee but they don't flush the toilet. You don't deserve urine, guys! So better check the toilet first before you pee.
  • Make sure that the water tank is full! At least, it provides you enough tissue to cleanup. In Indonesia, toilets are mostly of typical wet toilet, in which the floor will be wet when someone uses it. So make sure that there's enough water to cleanup. When there's not adequate water, then how will you flush the toilet?
But what has happened to me, well, just take a look at these points:
  • One day, I immediately used the toilet. I didn't check the water tank and unfortunately the tank ran out of water! I was very shocked. How could I flush the toilet and cleanup? Fortunately, I brought tissues for cleanup. Since that day, I always check the water first.
  • It was an amusement park, where thousands people visit it every day. I needed to go to the restroom and I found one there. The sanitary was very horrible. There was a cigarette butt on the toilet, and the last person using it must haven't flushed it. Yucks! It was so disgusting.
  • The last one would be kind of awkward and scary. My friends and I were visiting a shopping arcade in downtown. I needed to go to the restroom so I immediately ran to the nearby restroom. There are two toilet cubicles there, and the rest are standing urinals. I found an empty cubicle but the water overflowed from the next cubicle. Finding it quite disgusting, I moved to standing urinal and peed there. Somebody came out from a cubicle and used a standing urinal in my opposite. When I washed my hand, that guy sighed in lust. I knew what he was doing. He kept saying "F*ck! F*ck!" while sighing loudly and passionately. Another guy came out from the same cubicle, and I didn't need another second to conclude that both the guys are gays and quickly ran from the restroom! I must have been idiot, entering the wrong restroom!
The last experience happened in a shopping arcade in Bandung downtown. I cannot mention it explicitly, due to reputation matters. I just hope you guys will be much careful in using public facilities like restroom.

Sunday, December 4, 2011

Present Perfect Tense

Dulu, saya bingung dengan tenses yang satu ini. Present Perfect Tense, ya setidaknya itu yang saya denger dari guru saya waktu SMP. Lantas, apa yang membuat saya bingung dengan tenses ini? So here the story goes..

Dulu saya sering pusing sama bentuk verb ketiga. Kan bentuk verb itu ada tiga, verb 1, verb 2, dan verb 3, yang perubahannya disesuaikan sama tenses atau bentuk kalimat (aktif atau pasif). Karena present perfect ini harus pake verb bentuk ketiga, otomatis saya mau nggak mau harus menghapal beberapa verb yang termasuk irregular verb, alias perubahannya beda. Nggak kayak regular verb yang baik bentuk kedua atau ketiganya cuman ditambahin sufiks -ed, irregular verb punya bentuk yang lain yang mau nggak mau (derita) harus diinget. Contohnya verb sing, perubahan dari verb 1 ke 2 lalu ke 3 seperti ini: sing, sang, sung. Kayak lahiran aja (itu sungsang..)

Nah, tapi lama-lama saya jadi tertarik sama tenses ini. Setelah dipelajari rupanya tenses ini fungsinya unik. Dengan rumus S+have/has+v3+O (bisa pakai object bisa juga nggak, tergantung apakah kalimatnya transitif atau intransitif), tenses yang satu ini bermakna banyak, sama kayak tenses yang lainnya. Buat yang masih bingung, saya coba bantuin jelasin kapan sih dan apa fungsinya tenses ini. Berikut pengetahuan yang saya tau tentang Present Perfect Tense.

Present Perfect ini digunakan buat menjelaskan suatu event ato kejadian yang pernah terjadi di kehidupan kita atau kehidupan seseorang. Tapi, pada kasus ini kita nggak peduli kapan terjadinya. Kita cuman lebih fokus sama kejadiannya (dengan kata lain, terserah mau kapan waktunya itu terjadi di masa lalu, yang jelas kita udah mengalami atau seseorang udah mengalami). Contohnya:
I have drunk Coke.
Pada kalimat diatas, subjek aku cuman menjelaskan bahwa dia sudah minum Coke, tapi entah kapan. Si aku cuman menegaskan bahwa seeengganya dia udah pernah minum Coke sebelumnya. Atau contoh lainnya gini:
She has been to Vladivostok before.
Pada contoh ini, si tokoh aku menceritakan sama temen-temennya bahwa seorang teman wanitanya udah pernah (pergi) ke Vladivostok sebelumnya, tanpa secara detil menjelaskan kapan perginya. Beda sama simple past yang bisa menyertakan keterangan waktu. Perbandingannya saya kasih contoh seperti ini:
  • Violet has invented a time machine. [Present Perfect]
  • Violet invented a time machine yesterday. [Simple Past]
Pada dua contoh kalimat di atas, di kalimat pertama Violet udah menemukan sebuah mesin waktu sebelumnya. Tapi nggak dijelasin kapan ditemukannya. Sementara di kalimat kedua, dijelaskan bahwa Violet menemukan mesin waktu itu kemarin. Jadi untuk cakupan yang lebih luas (atau katakanlah nggak perlu terkait sama detil waktu), Present Perfect nyaman digunakan untuk topik obrolan tentang pengalaman. Tapi nggak berarti bahwa Simple Past nggak usah digunakan. Penggunaannya tergantung sama situasi obrolan.

Untuk kasus lain, Present Perfect Tense bisa digunakan untuk menjelaskan sebuah kalimat yang menyimpan hubungan antara kejadian masa lalu (past) dengan sekarang (present). Maksudnya,  melalui sebuah kalimat dengan tense Present Perfect, seseorang bisa menjelaskan kejadian di masa lalu yang punya efek di masa depan. Contohnya:
I have read that novel.
Kalimat diatas menjelaskan bahwa si aku, pada masa lalu belum membaca novel itu. Tapi sekarang si aku sudah membaca novel itu (efeknya mungkin udah tau jalan ceritanya, dan lain-lain). Atau contoh lainnya kayak gini:
Sunny has bitten Scrabble tiles.
Kalimat diatas bisa dijelaskan seperti ini: misalnya dulu (sebelum Sunny ngegigit keping huruf Scrabble) keping-keping Scrabble itu masih bagus dan rapi, tapi setelah Sunny ngegigit keping Scrabble itu (dijelaskan lewat kalimat present perfect seperti di contoh) keping-keping itu jadi patah atau rusak. Jadi, kalimat itu biasanya dipakai untuk menjawab alasan atas sebuah efek atau perubahan yang terjadi karena sebuah event atua kejadian di masa lalu. Seperti ketika guru bertanya "Kenapa kelas ini kotor?", lalu seorang anak menjawab "Jim tadi membawa lumpur ke kelas". Secara logika, kita bisa tau kalau sebelum Jim membawa lumpur ke kelasnya, pasti kelas itu bersih sebelumnya.

Present Perfect juga bisa digunakan untuk menyatakan sebuah statement mengenai yang sudah terjadi di masa lalu dan masih terjadi sampai sekarang, walaupun belum bisa dipastikan kedepannya masih akan terjadi atau tidak. Kalimat ini biasanya digunakan ketika menanyakan berapa lama kita tinggal di sebuah tempat atau bekerja di sebuah tempat. Atau bisa juga menanyakan sejak kapan kita melakukan sebuah pekerjaan. Contohnya: 
  • I have settled in Boston for twelve years.
  • I have settled in Boston since 1992.
Kalimat pertama diatas menjelaskan bahwa tokoh aku sudah tinggal di Boston selama dua belas tahun. Tapi nggak menjelaskan sejak kapan secara pasti. Walaupun gitu, si pendengar tetep bisa nebak kapan tokoh aku pertama kali tinggal di Boston dengan menghitung sendiri. Sementara buat kalimat kedua, si tokoh aku menyatakan bahwa dia sudah tinggal di Boston sejak tahun 1992. Tapi di kalimat kedua, nggak dijelaskan secara eksplisit sudah berapa lama dia tinggal disana. Dan pendengar tetep bisa menghitung berapa lama dia tinggal di Boston, tentunya secara manual. Bentuk Present Perfect dengan For dan Since ini sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Contoh-contoh kalimatnya seperti ini:
  • She has worked in that office for three years.
  • I have waited the bus since 4pm.
  • You have changed a lot since you moved to Auckland.
  • He has spoken French for the last 10 months.
  • I have played that game for 5 years. No wonder I play extremely.
  • They have dedicated their life to help people for a decade.
  • Bianca has been angry since yesterday. She doesn't talk a lot today.
  • Gary has studied classical piano since he was six years old. Now he becomes a great pianist.
Kurang lebih fungsi dari Present Perfect seperti itu. Mungkin itulah kenapa disebut perfect juga karena walaupun membicarakan hal yang udah terjadi, hal itu tetep bisa kasih efek di masa sekarang (dan mungkin masa depan). Semoga apa yang saya post ini bisa berguna sebagai pengetahuan komplementer.

Dumped

Feeling dumped. I don't know how to explain this thunderous shrieks on my mind. One of things I hate is being dumped. Yah, dumped. I do believe that the one who wastes people whom love him is a very, very poor person. He or she is the pathetic one.