Translate This Page

Thursday, May 13, 2010

Full of Wars When Alive, But Full of Repentance When Dead

Selalu dan sering merasakan hal yang sama. Sering ribut ketika masih ada, dan penyesalan yang sangat berlarut ketika kehilangan. Seperti halnya saat saya kehilangan kucing saya karena kesalahan saya sendiri. Seharusnya saya menjaga dia. Dan akhirnya dia pergi dari rumah.

Baru saja sebuah pelajaran datang, dan saya mengacuhkannya hari ini. Entahlah, sepertinya saya menyakiti hati Ibu saya. Namun ya beginilah, saat berkumpul sering sekali bertengkar walaupun untuk hal-hal kecil (lihat post sebelumnya). Saya sering sekali lelah dengan semua ini. Emosi memuncak dan benar-benar ingin melampiaskan kepada sesuatu atau seseorang. Tapi saat saya menyadari bahwa ada satu hal yang menyakiti ibu, secara otomatis hati saya luluh. Saya mengatakan sesuatu yang padahal, saya katakan secara pelan-pelan ke ayah saya. Tapi mungkin ibu dengar dan yeah I guess I've broken her heart. It makes me sick. Saya lebih baik gantung diri saja. That's better than seeing her cry. Saya tidak kuat melihat ibu menangis (melihat guru menangis saja hati sudah luluh perlahan).

Entahlah, saya sering bingung. Saya juga merasa tidak adil kalau saya harus menangis karena ibu hanya untuk hari ibu saja. Dan selebihnya saat pulang ke rumah, seperti biasa ada lagi pertengkaran ini itu untuk hal kecil atau besar. Ayah saya adalah seorang yang cuek. Plegmatis. Tidak begitu peduli dengan hal-hal seperti itu. Berbeda dengan saya yang melankolis, pasti mudah sakit hati. Saya terus bertanya kenapa dan kenapa. Kenapa tidak bisa akur?

Pelajaran itu baru saja saya dapatkan beberapa hari yang lalu. De Fajar kehilangan ibunya untuk selamanya. Dan dia sempat berkata bahwa "Sebelum terlambat, sayangi ibu kalian". Pesan yang melekat di benak saya namun mengapa masih bisa saya ingkari? Mengapa masih sering bertengkar untuk hal-hal kecil?

Alunan lagu Bunda dari Melly Goeslaw mengalun di otak saya. Mengingatkan saya dengan penampilan saya dan Prilla di konser Purwacaraka beberapa hari yang lalu. Saya juga ingat saat saya menampilkan lagu Bunda dengan teman-teman di acara sekolah. Ibu tidak datang dan saya kecewa. Kekecewaan memuncak saat di rumah ibu berkata, "Buat apa nyanyi-nyanyi kaya gitu segala kalo masih suka ngga nurut? Masih suka ngebentak balik, masih suka susah dikasih tau?!".  Tuhan, kenapa tidak kau goncangkan saja dunia ini?

Saya ingat waktu kecil begitu saya dimanja oleh ibu dan ayah saya. Begitu semuanya terlihat sangat indah, saat masih bermain di taman bermain. Ayunan, luncuran. Semuanya sangat indah. Tak terasa air mata saya menetes. Saya ingin kembali ke masa itu. Saya berharap saya menemukan sebuah mesin waktu. Dan keputusan saya untuk kembali ke masa itu tidak akan saya sesali. Saya ingin seperti dulu. Tertawa seperti dulu. Ya, seperti dulu lagi..


Tapi diatas semuanya, saya mengerti. I got the lesson.
De Fajar, thanks a lot. You've given me a great lesson.
"Love your mom before it's too late..." Saya akan mencobanya.