Semenjak jadi anak kuliahan, porsi begadang saya jadi nambah. Selama begadang itu buat ngerjain tugas (dan tentunya FB + Tweeting), saya biasanya sambil nonton acara di TV. Baru-baru ini, saya liat sebuah iklan rokok yang durasinya cukup lama, sekitar 1 menit. Di iklan rokok itu menceritakan tentang seorang cewe, kayaknya karyawati yang sedang nyebrang terus jatuh, dan kertas-kertas kerjaannya berterbangan karena ditiup angin, sementara itu ada seorang penyebrang jalan, cowo, yang bantuin cewe itu ngumpulin kertas-kertas kerjaannya sambil nyanyi. Dan akhirnya, datang lagi seorang cewe yang lain ikut bantu sambil nyanyi sama cowo itu. Gak cukup sampe disitu, akhirnya scene pun berganti dimana ada seorang perempuan yang kesemprot sama genangan air di jalan raya ketika sebuah bis melintas, dan orang-orang di bis itu ikut nyanyi. Scene demi scene terus menyorot kejadian-kejadian yang berbeda, tapi orang-orangnya tetap nyanyi lagu yang sama. Lirik lagunya seperti ini:
Kadang hari, mendung seakan tak mau pergi
Sinar selalu kan datang lagi
Hujanlah hujan hari ini.
Membuka ragu..
Pacu langkahmu..
Bersamaku...
Jangan kau merasa sendiri (kau tak sendiri)
Gapai tanganku
Mereka kan bebaskan kita
Percayalah semua...
Kadang hari
Mendung seakan tak mau pergi
Sinar selalu kan datang lagi
Di scene akhir, di jalan dimana karyawati itu terjatuh akhirnya berkumpulah orang-orang yang menyanyikan lagu tersebut sambil berjalan ke arah kamera. Si karyawati itu akhirnya ikut nyanyi sama orang-orang tersebut dan hujan pun turun. Iklan berakhir setelah logo khas rokok tersebut muncul di layar.
Iklan rokok tersebut adalah iklan rokok A Mild, yang tagline-nya baik di televisi ataupun banner besar di jalan sering menarik perhatian. Tagline-nya singkat, tapi sangat bermakna dan terkadang agak nyindir. Saya sendiri jujur aja seneng sama iklan-iklan A Mild di televisi. Dan kalau boleh jujur, dewasa ini banyak iklan rokok yang justru cenderung menampilkan banyak inspirasi, ketimbang mempromosikan si rokok itu sendiri. Contohnya ya iklan yang saya jelasin di atas tadi. Daripada mempromosikan si produknya sendiri, iklan itu lebih cenderung menginspirasi orang-orang dan menarik perhatian orang-orang lewat jingle-nya yang singkat tapi asik buat didengar itu. Kalau secara sederhana sih, bisa aja dikatakan bahwa iklan itu gak nyambung, karena yang dijual adalah rokok tapi ceritanya beda, nggak to-the-point misalnya. Tapi justru karena konsepnya yang unik itulah, saya rasa rokok tersebut jadi laku. Terlebih lagi, A Mild memang brand yang nggak hanya menjual rokok, tapi juga ikut jadi penyelenggara beberapa event yang memang worth to attend. Konser-konser musik, sampe liga olahraga, saya rasa saya udah cukup sering melihat event-event semacam itu diselenggarakan sama A Mild (tanpa mengandung unsur promosi loh!).
Lagu itu masih terngiang-ngiang di benak saya. Aransemen yang simpel, tapi karena liriknya yang nggak neko-neko dan bermakna itulah yang bikin saya tertarik. Lagu penyemangat yang dimainkan di sepanjang iklan berlangsung, cocok sama konsep video iklannya. Terlepas dari produk yang dijual, saya mencoba objektif untuk melihat bahwa terkadang, produk semacam rokok, yang menurut peraturan iklannya hanya boleh disiarkan di malam hari, justru bisa memberikan kita sebuah inspirasi berharga bahwa setiap kali mendung datang, sinar akan selalu datang lagi.
Kadang hari mendung seakan tak mau pergi, sinar kan selalu datang lagi...
Translate This Page
Friday, February 10, 2012
Music Review: "Submarine" Original Soundtrack
Buat mereka yang belum tau, "Submarine" disini mengacu ke sebuah film yang diadaptasi dari novel. Dan jangan harap bahwa dari judulnya, kita bakalan nemu sebuah film yang menceritakan tentang petualangan dasar laut, menjelajahi kegelapan palung laut yang mencekam, atau semacam superhero yang melawan monster air. Salah besar! Film ini bercerita tentang seorang anak bernama Oliver Tate yang jatuh cinta sama seorang anak perempuan seusianya yang bernama Jordana. Saat itu, dia harus melawan bullying yang sering menimpa dia dan akhirnya ikut nimpa Jordana karena sebuah kasus foto, ditambah lagi usaha dia menyelamatkan pernikahan kedua orangtuanya yang kelihatannya semakin buruk dengan kepindahan mantan pacar ibunya yang tinggal di sebelah rumahnya.
Untuk review filmnya sendiri, buat saya simpel aja. Karena filmnya merupakan adaptasi dari novel, jadi ada beberapa bagian yang memang rasanya lebih baik baca novelnya aja supaya lebih dapet feelingnya. Ada semacam intermezzo kecil yang cukup mengagetkan, yaitu screen hitam dengan tulisan dalam ukuran huruf yang cukup besar diikuti dengan musik pengiring yang mengejutkan, semacam musik-musik di film horror. Saya sendiri nggak ngerti itu maksudnya apa. Kalau dilihat lagi, kayaknya film itu keliatan kayak ngambil latar waktu sekitar beberapa taun silam, mungkin 70an atau 80an karena keliatannya klasik. Latar tempat yang dipake pun banyak yang bagus, semisal pantai di sore hari, dan semacamnya.
Untuk review musiknya, saya berani rekomendasikan lagu-lagu di EP ini karena aransemennya yang sederhana, tapi nggak berkesan terlalu minimalis. Mengusung genre folk, berdasarkan lirik lagu-lagu yang disajikan bisa dijadikan bahan komparasi sama lagu-lagunya Efek Rumah Kaca. Diksi yang beragam dan banyak memainkan teknik-teknik poetry seperti metafora bisa ditemukan di setiap lagunya. Alex Turner, sebagai penulis lirik bener-bener pandai dalam meracik kata-kata yang pas untuk membangun lirik sebuah lagu yang maknanya tersirat secara sederhana, begitu dalam. Kebanyakan lagu-lagunya diiringi dengan iringan folk gitar dan lantunan vokal sang vokalis yang menenangkan. Lagu-lagunya cocok buat didengerin ketika hari hujan, karena atmosfer menenangkan yang tercipta dari lagu-lagu ini.
EP ini terdiri dari 6 lagu yang semuanya ditulis oleh Alex Turner. Song list-nya sebagai berikut:
Finally, I can say that the EP is worth to buy. Listen to the songs and feel a quiet rainy day with a glass of coffee :)
Untuk review filmnya sendiri, buat saya simpel aja. Karena filmnya merupakan adaptasi dari novel, jadi ada beberapa bagian yang memang rasanya lebih baik baca novelnya aja supaya lebih dapet feelingnya. Ada semacam intermezzo kecil yang cukup mengagetkan, yaitu screen hitam dengan tulisan dalam ukuran huruf yang cukup besar diikuti dengan musik pengiring yang mengejutkan, semacam musik-musik di film horror. Saya sendiri nggak ngerti itu maksudnya apa. Kalau dilihat lagi, kayaknya film itu keliatan kayak ngambil latar waktu sekitar beberapa taun silam, mungkin 70an atau 80an karena keliatannya klasik. Latar tempat yang dipake pun banyak yang bagus, semisal pantai di sore hari, dan semacamnya.
Untuk review musiknya, saya berani rekomendasikan lagu-lagu di EP ini karena aransemennya yang sederhana, tapi nggak berkesan terlalu minimalis. Mengusung genre folk, berdasarkan lirik lagu-lagu yang disajikan bisa dijadikan bahan komparasi sama lagu-lagunya Efek Rumah Kaca. Diksi yang beragam dan banyak memainkan teknik-teknik poetry seperti metafora bisa ditemukan di setiap lagunya. Alex Turner, sebagai penulis lirik bener-bener pandai dalam meracik kata-kata yang pas untuk membangun lirik sebuah lagu yang maknanya tersirat secara sederhana, begitu dalam. Kebanyakan lagu-lagunya diiringi dengan iringan folk gitar dan lantunan vokal sang vokalis yang menenangkan. Lagu-lagunya cocok buat didengerin ketika hari hujan, karena atmosfer menenangkan yang tercipta dari lagu-lagu ini.
EP ini terdiri dari 6 lagu yang semuanya ditulis oleh Alex Turner. Song list-nya sebagai berikut:
- Stuck on the Puzzle (intro)
- Hiding Tonight
- Glass in the Park
- It's Hard to Get Around the Wind
- Stuck on the Puzzle
- Piledriver Waltz
Finally, I can say that the EP is worth to buy. Listen to the songs and feel a quiet rainy day with a glass of coffee :)
Subscribe to:
Posts (Atom)