Saya sekarang lagi ingin mengungkapkan kekesalan saya terhadap beberapa kasus yang berhubungan dengan kemanusiaan, terlebih dalam urusan keadilan. Entah apa yang terjadi di negara ini, tapi semakin lama banyak orang yang semakin keliatan ketidakberperikemanusiaannya.
Kasus pertama yang pengen saya bicarakan tentang anak kecil yang dipenjara gara-gara mencuri sendal jepit. Dalam kasus ini, memang banyak banget faktor-faktor yang bisa ditelaah. Kalau kita mau menghakimi si anak, mungkin memang benar kalau si anak melakukan tindak pencurian, yang harusnya nggak boleh. Tapi kalau kita bisa menangani kasus ini secara fundamental dan nggak kekanak-kanakan yang asal main lapor dan hakim begitu saja, anak tersebut bisa kan dikasih tau dengan baik, dinasehati supaya nggak mencuri lagi. Pada kenyataannya, si anak justru diancam hukuman penjara karena pencurian itu. Si empunya sendal rupanya seorang briptu, yang ketika tau si anak mencuri sendal, langsung memarahi dan memukuli si anak pakai benda tumpul, dan tentu saja membawa kasus itu ke persidangan. Menurut berita juga, katanya si briptu tersebut memukuli si anak bersama seorang briptu lain. Tapi katanya sih kedua briptu itu justru dijatuhi hukuman penjara karena penganiayaan kepada si anak tersebut. Dan karena rasa kepeduliaan terhadap ketidakadlian yang menimpa anak tersebut, digalanglah gerakan "Kirim 1000 Sendal Untuk Kapolri".
Buat saya secara pribadi, kedua polisi tersebut harusnya dipecat dari kepolisian. Saya rasa, polisi harusnya bisa bersikap lebih bijaksana dan dewasa ya dalam menghadapi sebuah kasus. Yang dihadapi dalam kasus bukan cuman kasusnya, tapi pelakunya juga. Semisal ada anak TK yang mencuri sendal, terus masa anak TK tersebut mau dijatuhkan hukuman penjara? Mau jadi apa anak itu nanti? Kenapa nggak pakai metode lain untuk menyelesaikan masalah itu? Si anak bisa dikasih nasehat dan diingatkan supaya nggak mencuri, atau kalau mau laporkan aja sama orangtuanya supaya orangtuanya yang kasih hukuman buat si anak. Dan hakimnya yang memutuskan hukuman untuk si anak juga, apakah mikir atau nggak sih? Masa anak yang harusnya di usia segitu mencari ilmu malah dimasukkan ke penjara, yang kita nggak tau nasibnya akan kayak gimana di penjara. Hakim harusnya sadar bahwa tanggung jawabnya besar, karena ia akan mempertanggungjawabkan keputusannya itu, nggak hanya di dunia tapi juga di akhirat. Di dunia mungkin dia bisa mengelak, tapi di akhirat nanti ketika hari pembalasan, apa yang mau dia katakan sebagai alasan?
Kasus berikutnya tentang DPR yang mau renovasi toilet sebesar 2 milyar. Apa nggak kegedean tuh biayanya? Memang toiletnya banyak, tapi kan kalau mau renovasi nggak usah semewah itu juga. Anggota-anggota DPR mungkin berhak untuk mendapatkan renovasi untuk toilet, tapi anggarannya juga harus logis aja. Dan kalau mereka mau melihat ke daerah-daerah perumahan kumuh dimana sanitasinya sangat buruk, mereka harusnya bersyukur dengan keadaan yang udah mereka dapat sekarang. Masih syukur mereka masih bisa buang air di toilet, dengan sanitasi yang masih layak. Bayangkan mereka yang nggak mampu, yang buat buang air aja harus di pinggiran sungai, yang airnya siapa tau terkontaminasi, lalu akhirnya mereka terserang penyakit. Dan kabar berikutnya katanya anggota-anggota DPR minta renovasi fasilitas lain (seinget saya ruang banggar atau apalah) yang katanya memakan biaya sebesar 20 milyar. Sudah minta satu, minta lagi yang lain. Bisa nggak sih mereka nggak egois? Bisa nggak mereka mencoba lihat realita yang terjadi di masyarakat daripada mikirin euforia sendiri? Uang sebesar 20 milyar itu, kenapa nggak disumbangkan buat kepentingan masyarakat, semisal pembangunan sekolah yang rusak, atau toilet umum, atau infrastruktur negara kayak jalan raya, dan sebagainya? Bukankah masyarakat memilih anggota-anggota DPR untuk membela masyarakat? Kenapa mereka yang dikasih amanah malah berkhianat? Kenapa mereka lebih mementingkan kemewahan buat mereka sendiri daripada kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat?
Kembali ke kasus pertama, kenapa dalam penegakan hukum, ketidakadilan banyak terjadi di masyarakat biasa? Satu kasus yang bikin saya kesal adalah, ketika seorang nenek yang sampai diseret ke pengadilan hanya karena mengambil buah yang jatuh, karena si empunya merasa si nenek itu mencuri, lalu kasus sendal jepit juga. Kenapa aparat penegak hukum justru bersikap terlalu ketat dan akhirnya jadi nggak rasional untuk kasus-kasus yang diangkat dari masyarakat biasa, tapi kasus-kasus yang berkaitan sama pejabat-pejabat atau penguasa justru mereka kendor? Mereka seolah membiarkan orang-orang atas bersikap seenaknya dan melakukan kebatilan seenak jidat, tapi kalau rakyat biasa harus tunduk sama hukum setunduk-tunduknya, sampai lehernya patah. Buat saya, aparat-aparat penegak hukum belum sukses menjalankan misi dan amanah yang mereka emban. Penguasa-penguasa juga pada zalim sama rakyat, dan biar Tuhan aja yang melaknat mereka.
Dimana keadilan di negara ini?
No comments:
Post a Comment
Post some comments, maybe a word two words or a long long paragraph :)